![]() |
Gambar Dari Sini |
Amanah. Satu dari
empat sifat wajib bagi seorang rasul ini adalah elemen yang sangat penting
dalam kehidupan sehari-hari. Mungkin sebagian orang menganggap ini adalah hal
kecil dan remeh temeh. Tapi tahukah kita kalau sebenarnya amanah adalah satu
hal yang sangat tidak bisa diabaikan?
Kalau kita
lihat dilayar kaca, di media cetak, atau bahkan mungkin kita menyaksikan dengan
mata kepala kita sendiri tentang demonstrasi yang dilakukan oleh sekelompok
orang, kita pasti akan berfikir tentang apa yang sebenarnya terjadi dan
diinginkan para demonstran itu. Tidak hanya demonstrasi yang dilakukan oleh
mahasiswa untuk satu tujuan yang bertingkat nasional, bahkan di desa, di
kampung sekalipun, sering kita dengar sedang di gelar demonstrasi. Mereka yang
sedang berdemonstrasi itu menyerukan berbagai tuntutan mereka. Mulai dari
penurunan harga BBM, misalnya, sampai pada hal-hal lain seperti menuntut
keadilan akan suatu peristiwa, bahkan pemaksaan kepada orang-orang yang
berkuasa untuk turun. Nah, mengapa begitu? Bukankah para pemimpin itu, semisal
presiden atau kepala desa, adalah orang yang dipilih oleh rakyatnya sendiri
untuk menduduki jabatan itu? Lalu mengapa mereka harus di minta turun dengan
paksa sementara masa jabatannya belum waktunya berakhir? Jawabnnya, ya, karena ‘amanah’
yang mereka ingkari.
Dulu sewaktu
masa pemilihan, para calon pemimpin itu beryel-yel dan berseru-seru tentang program-program
unggulan mereka. Begitu meyakinkan. Membuat yang mendengarnya begitu terpesona
dan percaya penuh akan janji-janji manis mereka. Tapi setelah mereka memangku
jabatan itu apa yang mereka lakukan? Mereka seakan lupa akan apa yang mereka
janjikan dulu. Bukan lagi rahasia umum kalau sebagaian besar dari mereka
berlomba-lomba untuk memperkaya diri sendiri dan melupakan rakyatnya. Mereka melupakan
posisi mereka sebagai pemimpin. Mereka melupakan amanah yang sudah disematkan
di pundak mereka.
Rakyat yang
dipimpin mulai tidak puas. Mereka mulai resah dan menuntut, sampai terjadilah
hal itu. Demonstrasi penurunan pemimpin dari tampuk kepemimpinannya. Lalu setelah
itu mereka bisa apa? Apa mereka akan bertindak seperti Soeharto yang dengan
terpaksa (?) menyerahkan kursi kepridenannya atau akan berbuat seperti Qadafi
yang menyatakan itu tindakan makar dan memerangi raknyatnya sendiri? Apapun tindakan
yang akan mereka lakukan, toh semua akan kembali lagi pada suatu kesimpulan :
mereka bukan orang-orang yang memengang teguh amanah yang seharusnya mereka
jaga. Lalu setelah itu apa jadinya mereka? mereka menjadi orang-orang yang
dikutuki dan tidak lagi dipercaya oleh banyak orang.
Dalam sebuah hadits yang shahih
disebutkan:
أَلاَ كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فَالْإِمَامُ الْأَعْظَمُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَتِهِ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَتِهِ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى أَهْلِ بَيْتِ زَوْجِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْؤُولَةٌ عَنْهُمْ، وَعَبْدُ الرَّجُلِ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْؤُولٌ عَنْهُ، أَلاَ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
"Setiap
kalian adalah ra’in dan setiap kalian akan ditanya tentang ra’iyahnya. Imam
a’zham (pemimpin negara) yang berkuasa atas manusia adalah ra’in dan ia akan
ditanya tentang ra’iyahnya. Seorang lelaki/suami adalah ra’in bagi ahli bait
(keluarga)nya dan ia akan ditanya tentang ra’iyahnya. Wanita/istri adalah
ra’iyah terhadap ahli bait suaminya dan anak suaminya dan ia akan ditanya
tentang mereka. Budak seseorang adalah ra’in terhadap harta tuannya dan ia akan
ditanya tentang harta tersebut. Ketahuilah setiap kalian adalah ra’in dan
setiap kalian akan ditanya tentang ra’iyahnya."
(HR. Al-Bukhari no. 5200, 7138 dan Muslim no. 4701 dari Abdullah
bin ‘Umar radhiyallahu 'anhuma). Makna ra’in adalah seorang penjaga, yang
diberi amanah, yang harus memegangi perkara yang dapat membaikkan amanah yang
ada dalam penjagaannya. (sumber : http://www.ikhwanmuslim.or.id/?content=hadits_detail&idb=27)
Kalau merujuk
pada hadits di atas, bahkan setiap diri adalah pemimpin bagi dirinya sendiri. Yang
berarti setiap kita adalah pemengang amanah untuk diri kita sendiri. Mau di
bawa kemana diri kita ini, adalah menjadi tanggungan kita kelak di hadapanNYA. Jangan
sampai kita yang diberi kepercayaan oleh yang Maha Agung malah menghianati
kepercayaan itu. Kalau sampai itu terjadi, adzab besar akan menanti kita disana
kelak. Berat sesungguhnya menjadi seorang pemimpin yang diberi kepercayaan
untuk memimpin ini. Kelak mereka akan dimintai pertangungjawabannya akan apa
yang mereka pimpin. Apa lagi kalau sampai mereka berkhianat akan apa yang
mereka pimpin. Tidak terbayangkan bertapa besarnya pertanggungjawaban yang
harus mereka lakukan.
Ibuku sejak
kecil sudah mendidikku dengan pendidikan tentang sifat amanah yang ketat. Pernah
suatau ketika, seorang tetangga yang baru datang dari Surabaya datang kerumah tanpa dia masuk dulu
kerumahnya. Tujuannya hanya satu, yaitu menyampaikan titipan seorang keluarga
jauhku di Surabaya untuk ibuku. Saat itu ibuku berkata, “Contohlah orang itu,
begitu seharusnya orang yang memangang amanah dengan kuat.” Jadi jangan
coba-coba aku pulang dengan keadaan masih memegang titipan dari orang lain
untuk disampaikan kepada seseorang. Pernah juga ibuku menitipkan sepucuk surat
untuk disampaikan kepada seseorang, dengan pesan untuk tidak sekali kali
melihat apa yang tertulis di sana. Padahal amplop surat yang aku bawa itu sama
sekali tidak bersegel. Tidak di lem atau direkatkan dengan cara apapun. Ibu mendidik
kami untuk menjaga kepercayaan dari orang lain kepada kami dengan cara beliau
sendiri. “Sekali kalian ketahauan tidak bisa dipercaya, maka akan selamanya
orang tidak akan lagi percaya pada kalian. Mahal harga kepercayaan itu. Tidak bisa
di beli, tidak di perjual belikan, tapi harus dibuktikan.”
Keluargaku
memang bukan keluarga yang berkecukupan. Setiap ibu memasak sesuatu, pasti
beliau sudah menghitunya dengan cermat. Misalnya saat beliau memasak dadar
jagung. Dadar jagung itu pasti sudah di sesuaikan dengan jumlah anggota
keluarga yang ada. Kami, misalnya, hanya
boleh mengambil dua dadar jagung untuk makan siang, dan dua lagi untuk makan
malam. Maka jangan coba coba untuk berbuat curang. Ibu pasti tahu. Kalaupun ada
yang berbuat curang, konsekuensinya adalah makan malam tanpa lauk sama sekali. Terdengar
sedikit kejam mungkin untuk anak kecil. Tapi sungguh, ini adalah cara yang
sangat efektif. Dari sana kami belajar untuk memengang amanah dari ibu .
belajar jujur untuk diri sendiri. Belajar bagaimana untuk bisa menjaga
kepercayaan yang disandangkan pada kami dengan baik. Bagiku ibuku adalah
segalanya. Wanita terbaik yang pernah aku temui dalam mendidik kami, sebagai
titipan Tuhan yang dipercayakan kepadanya.
“Ujian untuk kejujuran itu seumur hidup, tapi ujian untuk sebuah dusta adalah sekali saja.”
Mari mulai
untuk bisa menjadi pemimpin untuk diri sendiri, mari mulai belajar untuk
menjadi orang yang bisa di percaya dari lingkungan yang kecil dulu. Mari
berbenah mulai dari diri sendiri. Bukankah sesuatu yang besar itu dimuai dari
sesuatu yang kecil? Kalau kita sudah berani berdusta pada diri sendiri, berani
curang pada diri sendiri, berani tidak jujur pada diri sendiri, bagaimana lalu
kita bisa berbuat baik kepada orang lain? Bagaimana lalu kita bisa dipercaya
oleh orang lain?
Mari berbenah
bersama kawan, mari jadikan diri kita orang yang pantas di percaya. Aku yakin
kita bisa!
Artikel ini untuk menanggapi artikel BlogCamp berjudul Kepercayaan itu Mahal
tanggal 21 Juni 2012.
Sahabat tercinta,
BalasHapusSaya telah membaca artikel anda dengan cermat.
Artikel anda segera didaftar.
Terima kasih atas partisipasi sahabat.
Salam hangat dari Surabaya.
terimakasih. semoga berkenan untuk memilih saya sebagai salah satu pemenangnya ... :)
HapusKalau kita sudah berani berdusta pada diri sendiri, berani curang pada diri sendiri, berani tidak jujur pada diri sendiri, bagaimana lalu kita bisa berbuat baik kepada orang lain?..
BalasHapusnasehat yang bagus kang, hayo belajar memulai dari diri sendiri...
moga sukses...
amin kang, semoga kita maju bersama ....
HapusAmanah hari gini mah sulit banget om ridwan buat di temukan atasan2 gitu, hhmmm.........
BalasHapusmemang begitu, maka itu kejujuran makin mahal harganya. tapi sulit bukan berarti tidak ada atau tidak bisa bukan? maka itu, mari optimis ....
Hapusbukan senang memegang amanah tapi kita harus selalu berusaha untuk bisa,entri ini sudah memberikan saya banyak motivasi yang bagus,thanks :D
BalasHapusterimakasih juga sudah berkunjung dan meninggalkan jejaknya ... :)
HapusKunci keberhasilan adalah menanamkan kebiasaan sepanjang hidup Anda untuk melakukan hal - hal yang Anda takuti.
BalasHapustetap semangat tinggi untuk jalani hari ini ya gan ! ditunggu kunjungannya :D
kadang... ingin rasanya ga pernah nerima amanah apapun, takut juga!apkah nantinya bakal jadi penyelamat kita kelak atau malah sebaliknya, amanah diri paling utama, menjaga diri dari segala dosa... betul g ya?
BalasHapusMakin cocok sama ibunya mas Rd... Andai diberi kesempatan untuk berkenalan... #pengen cium tangan beliau...
BalasHapus