Gambar dari Sini |
Siapa yang
tidak kenal kawasan Dolly, Surabaya? Kawasan prostitusi yang konon katanya
adalah yang terbesar di Asia Tenggara ini adalah kawasan ‘kelam’ Surabaya. Mungkin
sebagian orang beranggapan kalau matahari tidak pernah terbit di kawasan ini. Dolly
adalah kawasan ‘malam yang kelam’ bagi sejarah, masa kini dan masa depan
Surabaya. Andai suatu saat nanti kawasan ini benar benar ditutup dan dinyatakan
ilegal untuk segala kegiatan prostitusi, tapi aku kira nama Dolly sudah begitu
melekat sebagai ‘icon’ Surabaya. Tidak terpisahkan.
Aku sebenarnya
juga sudah beberapa kali mengunjungi tempat ini. Entahlah, sudah tidak
terhitung dengan jari berapa kali aku menginjakkan kaki ke sana, dan masuk ke
salah satu tempat yang terletak berderet rapat dengan akuarium-akuarium
kemaksiatan itu. Aku juga persetan dengan apa kata orang tentang keberadaanku
di sana. Aku tidak pernah ambil pusing. Toh bagiku, apa yang aku lakukan adalah
benar dan tidak dilarang agama. Jadi mengapa juga masih ambil pusing dengan
mereka yang mencibir? Bahkan mereka yang menghujat itu, aku rasa mereka tidak
lebih baik dengan aku dan teman-temanku yang hampir memiliki jadwal rutin untuk
berkunjung ke sana.
Seperti juga
hari ini, Minggu, 17 Juni 2012. Hari ini, sejak pukul sepuluh tadi pagi, sampai
pukul dua siang tadi aku berada di sana. Berada di salah satu bagungan Dolly dan
bercengkrama, berinteraksi serta saling memberi kesenangan dengan penghuninya. Aku
datang tidak sendiri, tapi bersama seorang sahabat yang juga seniorku untuk
acara kunjungan rutin kesana. Beliau adalah bunda Titie Surya. Datang juga
kesana bersama kami beberapa anggota grup penulis, Bonektim.
Begitu aku
masuk ke salah satu gang di sana, beberapa anak kecil yang sedang asyik bermain
serentak berlarian kearah kami. Mereka meneriakkan nama bunda Titie dengan
lantang. Melihat adegan ini, hati kecilku terharu sekali rasanya. Amat terasa
kedekatan antara bunda Titie dan anak-anak Dolly ini. Bagi bunda, mereka tak
ubahnya seperti anaknya sendiri. Anak-anak yang bunda sayangi dengan penuh
hati. Bunda juga tampak sudah tidak asing lagi bagi warga gang itu. Di sepanjang
jalan, banyak orang-orang yang bertegur sapa dengan beliau.
“Bunda, kami
kemarin juara harapan dua lomba patrol, bund …,” kata mereka bersahut sahutan,
riuh rendah.
“Ya bund,
bener, juara bund …,” kata yang lain menimpali dengan bangganya.
“Wah…, hebat
itu.” Timpal bunda. Mereka semua senang. Anak-anak kecil itu berlariang kian
kemari sambil menyalami tangan bunda bergantian. “Tapi ini sudah pada mandi
belom?” tanya bunda.
“Sudah bund.”
“Sudah tadi
pagi.”
“Wah, bagus. Bener
ya sudah pada mandi semua.”
“Sudah bund,
sungguh ….”
Tak lama
kemudian kami sampai di sebuah bangunan sederhana. Di bagian depan bangunan ini
jelas tertulis “Taman Bacaan Masyarakat Kawan Kami”. Kesanalah biasanya aku,
bunda Titie dan teman teman dari Bonektim menjadwalkan kunjungan seminggu
sekali. Bangunan ini sebenarnya adalah rumah biasa yang disulap mejadi taman
bacaan yang bisa dikunjungi oleh siapapun. Di sana ada dua ruangan khusus yang
berisi buku-buku layaknya sebuah perpustakaan. Setiap hari minggu, bunda Titie
dan teman teman Bonektim secara bergantian mengajar anak-anak disana untuk
menulis puisi, membaca puisi dan berbagi hal-hal yang sifatnya mendidik.
Sejak pertama
kali berkunjung kesana, hatiku ini rasanya terharu oleh ketulusan teman-teman
Bonektim untuk secara sukarela mengajar mereka secara cuma-cuma. Mereka tidak
mendapakan bayaran sedikitpun. Lebih-lebih saat aku menyaksikan antusiasme dari
anak-anak kecil itu untuk belajar. Mulai dari membersihkan karpet yang digelar
disana, mengambil dan menata bangku bangku kecil yang mereka gunakan untuk
menulis sampai dengan penuh semangat mulai mencorat-coret kertas kosong dengan
puisi yang melintas di kepala mereka. Di dalam ruangan itu, sama sekali aku
lupa kalau aku sedang berada di dalam kawasan Dolly. Kawasan hitam Surabaya. Di
sana tak ubahnya aku berada di sebuah tempat, dimana hanya ada keluguan
anak-anak bersama semangat belajar mereka yang tinggi. Tidak ada kemaksiatan
yang diperbuat, tidak ada norma yang dilanggar. Yang ada hanyalah keinginan
untuk menjadi lebih baik, rasa kebersamaan dan saling berbagi. Indahnya!
Hal lain yang
membuat aku benar-benar terharu adalah saat aku minta izin kepada pak Katono
(pengurus TBM Kawan Kami) untuk mendirikan solat Duhur di sana. Tak di sangka,
ternyata berbondong-bondong anak-anak
yang sejak tadi berlatih menulis dan baca puisi di ikut solat juga. Riuh
rendah suara mereka berebut untuk berwudu, mengambil sarung, mukenah dan
sejadah. Melihat mereka yang begitu antusias untuk mendirikan solat berjamaah,
rasanya air mata ini tidak akan lagi bisa terbendung untuk menetes. Betapa benar
kalau mereka itu adalah mahluk-mahluk Allah yang suci. Yang masih tidak
bercampur dengan dosa sama sekali. Apa lagi saat beberapa yang kecil memintaku
untuk memasangkan dan merapikan sarung
yang meraka kenakan. Subhanallah, hati ini rasanya berdenyut begitu
sahdu. Aku tahu siapa orang tua mereka. Aku tahu dari uang macam apa mereka di
besarkan. Aku bahkan mengerti dilingkungan seperti apa mereka di besarkan. Tapi
lihatlah, betapa mereka adalah jiwa-jiwa yang bersih. Jiwa-jiwa yang masih
seperti gelas yang kosong, yang siap diisi dengan apapun yang akan diisikan.
Bila matahari
tak pernah terbit di kawasan Dolly, bila Dolly adalah sisi kelam dari sejarah
Surabaya, bila Dolly ibaratkan malam, maka mereka bagiku ibaratkan bintang. Ya,
mereka adalah bintang yang menghiasi malam itu. Bukankah malam yang gelap
menjadi indah karena bintang-bintang yang bertaburan? Bahkan saat malam tiba,
bintang-bintang itulah yang menjadi pemandu kita agar kita tidak pernah
tersesat dilautan yang luas.
Sebersit harapan
di hatiku, semoga mereka menjadi anak-anak yang terus terjaga hingga masa tua
mereka. Semoga mereka tetap menjadi bintang yang indah dan mampu berbagi
keindahannya itu. Semoga mereka tidak akan pernah menjadi pewaris dari kelamnya
sejarah Surabaya. Aku beraharap suatu saat mereka bisa mejadi matahari yang
bersinar terang untuk melenyapkan malam yang selalu menyelimuti Dolly. Hingga
suatu saat, matahari benar-benar bisa bersinar dengan terang benderang di
langit Dolly dan melenyapkan malam panjang bagi Dolly. Amin.
Sebenarnya masih
banyak sisi lain dari kawasan Dolly yang ingin aku bagi dengan kalian semua,
walkers. Tapi mungkin suatu saat nanti. Insyallah.
Selain ngajarin menulis apa aja yang di ajarkan disana.??
BalasHapusmungkin akan lebih tepat sekali mendayung 3 pulau di lampaui...
ada kegiatan yang lain juga kang, tapi yang memandu bukan dari Bonektim. lain waktu mungkin bisa aku ceritakan di La-RanTa.
HapusMas Insan, ada beberapa komunitas yang mengajar di sana. Teman-teman dari Al-Akbar ngajar ngaji dan pendidikan agama. Teman dari ITS ngajar bimbel. Dari KAMMI ngajar ketrampilan dan qasidahan. Dari UNAIR ngajar menari dan menyanyi. Kami semua punya jadwal masing-masing yang bersinergi satu sama lain. Tim pengajar pun selalu punya jadwal rapat rutin bulanan. Mau bergabung? :)
Hapusnah, kang Insan, itu sudah dijelaskan sama bunda Titie bagaimana lengkapnya .... :)
Hapuswaw keren mas....
BalasHapustergugah membacanya,,,,,,
moga2 anak-anak itu tetap seputih kertas kosong sampe tua.
amin,,,
amin. moga dengan cara ini, suatu saat tidak ada lagi kawasan Dolly di Surabaya.
Hapuswaktu awal baca kirain apa. ternyata.. terharu.
BalasHapusmakin baca makin penasaran, bener2 cerita yang menginspirasi dan terharu.
salam untuk anak2 TBM Kawan Kami. mereka itu seperti mutiara di tengah lumpur. kalau dibersihkan pasti bakal semakin keliatan mengkilap.
dari dulu saya pengen ikutan komunitas yang seperti ini, lebih ke sisi kegiatan sosial, memberi harapan di antara himpitan. ditunggu cerita selanjutnya, semoga mereka menjadi generasi yang tidak meneruskan kisah kelam Dolly :)
amin, Irma. semoga apa yang kamu harapkan bisa menjadi kenyataan. komunitas seperti itu banyak di beberapa kota, coba cari info, mungkin di kota kamu juga ada.
HapusSumpaaah, aku menangis membaca ini semua. Tulisanmu makin lancar mengalir. Cuma sekali lagi perhatikan kesalahan-kesalahan kecil ya. Endapkan dulu barang 3 jam. Lalu edit dan rasakan apa yang salah. Kemudian diposting. Anyway, its a good job. Minggu depan kita ke Dolly lagi yuuuk :)
BalasHapusmakasih bunda sudah menyimak. seneng kalau tulisanku bisa diterima. kedepannya, pasti lebih banyak lagi belajar, bund. minggu depan, insyallah ....
Hapuswow, amazing, saya baru tahu itu, nice work
BalasHapusterimakasih, support dengan doa ya .... :)
HapusDoly adalah tempat yang paling saya kenal di surabaya kang.. karena waktu kunjungan industri di surabaya kami nginap di penginapan yang berlokasi di dukuh kupang... tiap kali kami ke TP atau pasar turi pasti lewat Doly...
BalasHapuskesanku saat itu adalah inilah tempat maksiat yang menunjukkan watak penguasanya... tanpa malu, tanpa sembunyi..
dan ternyata masih ada orang yang tidak alergi dengan tempat seperti itu dan mau berbagi ilmu di sana.. salut deh buat kalian... semoga hitam yang kelam tidak mengkontaminasi niat suci kalian... :)
ada cara lain untuk melenyapkan keburukan selain dengan kekerasan kang, dengan penyusupan. semoga harapan kita semua, bahwa kedepannya Dolly akan lenyap akan segera terwujud ....
Hapusmungkin disetiap daerah memiliki sisi kelam. Namun hanya yang terbesarlah yang terlihat. Aku kadang tak bisa berfikir bagaimana cara mereka berfikir. Teman-temanku ...
BalasHapusmereka bersekolah dan juga berkerja bersamaku di pabrik..
memang hasil tak seberapa, mungkin itu terlalu keras bagi mereka..
namun pada akhirnya aku tak mengerti jalan yang mereka pilih..
Aku tidak pernah menghindari mereka, karena aku juga tidak mengetahui apa yang sebenarnya mereka alami..
Mungkin klo di surabaya namanya "Doli" klo di daerahku dulu tempatnya di "Barakan" tapi bangunan itu musnah di amuk massa. Sehingga sekarang malah menyebar ke daerah2 sekitar. Gadis2 galaulah yang menjadi sasarannya para germo #ngeri...
semoga kedepannya, tidak ada lagi 'Dolly' lain di manapun di negeri ini. mari kita berdoa untuk ini ....
HapusTulisan yang menyentuh.
BalasHapusSesungguhnya, setiap anak punya masa depan walau seringkali lingkunganlah yang menjadi penghalang.
Selesai membaca paragraf terakhirmu, airmataku merebak. Aku hanya bisa mengaminkan dan berharap akan banyak lagi orang yang peduli pada masa depan mereka seperti dirimu.
"Semoga mereka tidak akan pernah menjadi pewaris dari kelamnya sejarah Surabaya. Aku berharap suatu saat mereka bisa mejadi matahari yang bersinar terang untuk melenyapkan malam yang selalu menyelimuti Dolly. Hingga suatu saat, matahari benar-benar bisa bersinar dengan terang benderang di langit Dolly dan melenyapkan malam panjang bagi Dolly. Amin."
terimakasih sudah menyimak dan mengaminkan doanya sob. harapan kita sama, semoga dengan semakin banyak orang yang berdoa hal sayang sama, Tuhan juga akan menyegerakan terkabulnya doa itu. amin.
HapusMas Ridwan... pagi2 sukses deh bikin saya menitikkan air mata.
BalasHapusSedih sekali membayangkan gelas yang berisi air bersih itu kelak akan terisi dengan air yang kotor. Semoga itu tidak terjadi. Semoga mereka tetap akan menjadi bintang yang menghiasi kegelapan malam.
Anak-anak itu berhak punya masa depan yang baik. Berhak mendapat atas apapun yang juga anak-anak saya dapat.
Semoga pekerjaan mulia ini bisa terus berlangsung. Dan hidayah Allah datang pada mereka. Semoga ibadah yang mas Ridwan lakukan bersama teman-teman mendapat balasan pahala yang berlimpah dari Allah.
Kalau dulu baca cerita ini pagi hari dan menitikkan air mata, maka malam ini juga sama... hiks...
Hapus