Selasa, 31 Mei 2011

Tembang Tembang Mi

Aku tau, cepat atau lambat, kabar tentang kematiannya pasti akan sampai juga di telingaku. Tapi aku tidak menyangka akan secepat ini. Tidak juga dalam waktu aku sendiri saja di rumah, benar benar sendiri seperti sekarang.

“ Permintaan terakhir Mi, almarhumah minta kiranya ibu bersedia hadir di pemakamannya….”

Aku terdiam cukup lama mendengar penuturan kedua perwakilan keluarga almarhumah Mi itu. Entah apa yang harus aku lakukan, aku benar benar serperti tidak tahu. Suamiku sedang di luar kota untuk satu bulan ini untuk mengurusi pengiriman barang barangnya ke Bali. Sedangkan ibuku dan anak anakku sedang berlibur ke Surabaya dan akan kembali secepatnya sepuluh hari lagi.

“ Saya akan menghubungi suami saya dulu mas, tunggu sebentar ya…..” kataku, berusaha mencari alasan untuk mengulur waktu, lima belas atau dua puluh menit saja mungkin cukup untuk membantuku mengumpulkan keberanian.

Masih jelas terbayang di mataku bagaimana kelakuan Mi selama berada  di sini. Bagaimana dia mengocok ngocok kartu kartu beraneka ragam gambar itu. Masih aku ingat bagaimana bau deduapaan dan kemenyan yang dia bakar hampir setiap malam di kamar belakang itu. Masih aku ingat, seperti baru kemarin saja semuanya terjadi.

Masih aku ingat juga bagaimana dia bertutur, bagaimana dia menembang tembang gubahannya sendiri. Sebuah tembang yang dia akui terpetik dari dalam hatinya yang terdalam : sebuah tembang tentang kebencian, tentang hati yang tersakiti….

Duh pas sapa se deddie cellep e ate….
Duh pas sapa se deddie terak e mata….
Dhika pon nyengla tak ngarte ka gummah…..
Ate loka pas sapa se nambe’ennah….
Ate loka tak kuat abe’ nika …
Ate loka ebegie….
Ka dhika se pon agebei seksah….
Ka dhika se ngeding neka tape tak perna taresna…..”**


Ya…., tembang itu masih aku ingat sampai sekarang. Dan setiap kali mengingatnya, aku ingin berlari dan berteriak hingga semua kenangan dan bisikan itu hilang dari kepalaku, selamanya!

“ Kenapa kamu nembang seperti itu Mi?” tanyaku suatu hari padanya. Tapi Mi hanya terenyum simpul seperti biasanya. Sebuah senyum yang menyimpan luka. Sebuah senyum dengan tatapan mata penuh kebencian yang mendalam. Tubuhku bergidik setiap kali aku melihat ekspresi wajah Mi itu, bahkan walau itu cuma bayangan dalam ingatanku. Bayangan tentang bagaimana Mi menatap hampa ke sudut ruangan dengan tatapannya yang seolah bisa membakar itu.

“ Kenapa, mbak, tembang yang indah bukan, Mi suka itu……”

“ Indah…..?” tanyaku terdesah pelan. Desahan yang mungkin bahkan aku sendiripun tidak begitu yakin aku telah mengucapkannya. Tapi Mi rupanya tetap mendengarnya dengan jelas. Mi menatapku sejenak, lalu menatap lagi tajam ke sudut ruangan itu.

“ Aku terlanjur sakit Mbak….” Jawabnya, seolah mengerang lewat kalimatnya yang membeku “ Sakit oleh orang orang yang seharusnya menjaga Mi mbak……”

***

“ Bagaimana bu…, “

Pertanyaan kedua utusan  itu mengagetkan lamunanku. Pelan tapi pasti, aku menganggukan kepalaku. “ A…., Aku ikut bersama kalian. Sekarang? “

Keduanya bergumam sukur pada Tuhan. Ada ekspresi lega di kedua wajah mereka. “ Ya, sekarang bu. Kalau mungkin ibu perlu berbenah diri dulu, kami akan mengununggu di sini.”

“ Ah tidak, kita berangkat saja sekarang. Saya begini saja, kasian Mi kalau saya harus bersolek dulu. Mi akan menunggu terlalu lama….”

“ Ah…, sukurlah bu, kalau begitu mari….. “

Aku bergegas ke dalam mobil yang di bawa oleh dua utusan itu. Aku duduk di kursi belakang dan berpesan agar mereka tidak menggangguku. “ Aku butuh untuk sendiri, aku masih terlalu syok dengar kabar ini… ,” pintaku.

Sepanjang jalan, aku masih terus teringat akan Mi. Akan malam malam penuh bau kemenyan dan dupa. Dan juga hio, dupa Cina itu. Mengingat Mi, mengingatkanku juga pada kamar mandi belakang yang tiba tiba saja penuh dengan bunga beraneka warna pada suatu senja yang beranjak malam.

“ Mi, apa yang kamu lakukan dengan bunga bunga itu di kamar mandi….” Tanyaku terkejut.

Mi, tersenyum penuh arti. Dengan tatapan mata yang penuh dengan rasa benci. “ Mi, bicara Mi, kenapa kamu menabur bunga di lantai kamar mandi seperti itu….., ka…kamu gak berbuat yang macam macam kan……”

Mi tersenyum lebih dalam, tatapannya kian membakar. Mi menuntunku. Dia membawa aku ke halaman belakang. Ke bawah pohon bunga kenanga kecil tempat dia menghabiskan hari harinya.

Mi memintaku duduk di sampingnya. Dia memeluk tanganku erat. Seolah tanganku itu, sebuah benda yang bisa menghapus segala luka hatinya.

Mi menyandarkan kepalanya di bahuku,

“ Bolehkah Mi bercerita mbak…..” tanyanya, ketika ayam ayam sudah berlarian santai menuju kandangnya. Tempat di mana mereka akan terlelap malam ini.

“ Bo… boleh Mi…, cerita saja……” jawabku berusaha menahan napas. Mengatur irama detakan dadaku yang tiba tiba berpacu kencang. Entah bagaimana, tiba tiba saja aku merasa yang memeluk tangan itu, yang menyandarkan kepalanya di bahuku itu, bukan lagi Mi, tapi sesosok tubuh tanpa jiwa yang bangkit dari kuburnya untuk membagi duka bersamaku. Dingin, dan semakin dingin saja tangan Mi sore itu.

“ Orang bilang, cinta itu buta mbak, cinta tidak penah mengenal logika…… “ Mi mulai bertutur, mengisahkan kisahnya, “ kata mereka, cinta itu tidak penah mengenal umur, tidak penah mengenal kasta, tidak penah mengenal pada siapa……, cinta itu, tidak penah dipaksakan kan mbak……

Lalu apakah Mi salah kalau Mi cinta pada bapak Mi sendiri…..”

Aku tersentak kaget. Tapi aku harus memastikan kalau aku tidak salah dengar.

“ Siiii…… siapa Mi…..”

“ Bapak, mbak, ayah Mi sendiri…… “ kali ini aku menengang sekurjur tubuhku. Aku ….. aku tidak tau mengapa tiba tiba otakku terasa buntu. Buntu sekali……

“ Bapak kandung Mi, maksudnya…., cinta sebagai anak kan maksud Mi…..” tanyaku dengan debaran jantung yang semakin menggila. Aku berharap Mi akan membuatku lega dengan jawaban yang akan dia lontarkan.

“ Ya, mbak, Mi mencintai bapak kandung Mi sendiri. Cinta seperti seorang gadis mencintai pasangannya, calon bapak dari anak anak yang akan Mi lahirkan.….”

Aku berusaha menarik tangaku dari pelukan Mi. Tapi pelukannya itu terlalu kuat. “ Mmm….mi….” pekikku tertahan.

“ Mi mencitai bapak Mi sendiri, mbak… apa itu salah….? “ Mi mengangkat kepalanya dari bahuku, menatapku dengan mata yang sekarang berkaca kaca, “ Mi mencintai bapak Mi sendiri, Mi ingin bapak menjadi bapak dari anak anak Mi juga, mbak. “ Mi terisak, air matanya perlahan turun ke pipinya yang lembut membeku. Sebeku aku yang tidak tahu harus berkata apa.

“ Mmmmm…. Mi…”

“ Tidak mbak…., jangan katakan Mi salah. Saat ini cuma mbak satu satunya yang Mi harapkan bisa mengerti Mi. Cuma mbak yang bisa membuat Mi tenang… jangan bilang kalau cinta Mi ini salah. Jangan bilang kalau Mi tidak boleh mencitai bapak Mi sendiri….!!!” Mi memekik di depanku. Tanganku masih erat di dalam dekapannya. Dan aku tahu, mataku pasti sedang melotot menahan kaget.

Aku tidak menjawab apapun malam itu. Walau aku tahu sebenarnya apa yang harusnya aku katakan. Tapi dalam keadaan seperti itu, setiap kata seolah olah menjelma asap yang tiba tiba menguap dari dalam tenggorokanku sendiri. Aku tak punya satu katapun untuk Mi dimalam yang menyesakkan dada itu.

***

“ Kita sudah sampai bu…”

“ Ah…, ya….” Desahku. Aku kembali tersadar dari lamunanku.

Aku bergegas turun dri dalam mobil yang membawaku ke rumah Mi itu. Aku membiarkan saja ketika seorang perempuan setengah baya memapahku ke dalam rumah Mi. Limbung rasanya tubuhku ini, serasa hilang tenaga dalam tubuhku seperti menguapnya setiap kata kata dalam tenggorokanku.

Di dalam rumah itu, aku lihat jasad Mi terbaring kuyu di sebuah amben bambu yang tidak begitu tinggi. Wajah Mi membiru, pucat dan pasi. Tapi sesungging senyum Mi yang khas masih terukir di bibirnya yang kini sudah kelu. Tertutup rapat seperti sedang mengabadikan senyuman khasnya itu, senyuman khas seorang Mi, senyum yang mengabadikan sakit hatinya. Senyum yang tiap kali melihatnya, atau mengingatnya, aku selalu begidik. Senyum yang selalu berisi teror, horor nyata yang setiap saat mengganggu hari hariku. Senyum yang selalu mengingatkan aku akan malam malam itu, malam malam Mi bersama kartu kartunya. Malam di mana Mi mengirimkan rasa sakitnya, membaginya dengan orang yang sangat dia cintai, orang yang di pujanya, sekaligus di bencinya sedalam dia mampu.

“ Lihatlah ini mbak,” katanya pada suatu malam, saat aku menemani Mi bermain bersama kartu kartunya. “ Kartu kartu ini adalah teman Mi yang setia. Mereka tidak pernah bohong mbak. Mereka selalu jujur pada Mi. Kartu kartu ini lebih setia dari pada orang orang di luar sana, mbak. Kartu kartu Mi ini tidak munafik seperti mereka. Kartu kartu Mi selalu menolong Mi, mbak, ngasih Mi kebahagian, ngasih Mi kepuasan, hi hihihihihihi….. “ Mi terkekeh sendiri, seolah dia sedang berbicara padaku, dan bercengkrama dengan dunianya sendiri pada saat yang bersamaan.

Mi, selalu menggambarkan betapa dalam sakit hatinya lewat setiap goresan kata yang dia ucapkan, lewat setiap gerik tubuh yang dia ciptakan. Mi seolah punya dunia sendiri, dunia yang hanya dihuni Mi sendiri. Dunia yang hanya bisa di mengerti oleh Mi sendiri. Karena dunia itu, adalah dunia Mi sendiri, tanpa ada orang lain di dalamnya. Dunia Mi dan kartu kartunya. Dunia yang berisi cinta dan rasa sakit yang tak terperikan.

Lalu, Mi menangis sesenggukan sendiri. Tangisan mendalam yang berisi sakit hati, kerinduan dan pendambaan yang baru kali ini aku saksikan. Mi memeluk kartu kartunya, memeluk tangisannya kian dalam.

Aku bergidik. Lagi lagi otakku buntu di depan gadis lugu ini.

“ Mi,…. “ Panggilku. Kuraih pundaknya. Membiarkan Mi menumpahkan segala kegundahannya di bahuku. “ Dunia memang kadang tidak seperti apa yang kita bayangkan Mi, dunia ini kadang terasa sangat kejam, sangat tidak bersahabat…”

Mi menangis membiru.

“ Mi pernah mencintai seorang yang lain mbak.” Katanya malam itu. Aku berfikir, ini mungkin awal dari terbukanya dia padaku. Mungkin ini adalah awal aku bisa masuk ke dalam dunianya. Yang mungkin, bisa jadi awal aku mengangkat Mi dari kesendiriannya.

“ Mi pernah jatuh cinta sama seseorang, mbak. Dia cinta pertama Mi.” Mi mulai berkisah, dalam suasananya yang serak dan dalam. Suara yang aku kenal sebagai suara raga tanpa nafas nafas cinta. “ tapi apa yang dia lakukan sama Mi? mbak tau? Mi sudah memberikan segalanya pada dia. Segalanya mbak…… “ Mi tergugu, aku bergidik. Ada rasa muak yang perlahan menjalari benakku, Muak pada sosok lelaki. Rasa muak yang pernah aku pendam lama, bertahun tahun lamanya.

“ Dia sudah membuat Mi seperti sampah yang tidak pernah di hargai mbak. Mi….., Mi… Mi dijadikan hadiah bergilir setiap malam…… “ Mi meraung dalam tangisannya. Tubuh Mi beguncang. Aku bergetar di seluruh tubuh. Aku merasakan perih dan teriris yang sama dengan yang Mi rasakan. Perasaan seorang wanita yang tersakiti.

“ MEREKA MENJADIKAN MI PELAMPIASAN NAFSU SETAN MEREKA TIAP MALAM MBAK…..  TIAP MALAM….. TIAP MALAM MI SERASA HANCUR MBAK…….“ Mi meraung dalam tangisannya, menumpahkan segala sakit hatinya….

“ Ibu…., Ibu… sabar bu, istighfar….. nyebut bu…..” sepasang tangan keriput menggenggam erat pundakku. Menyadarkanku, membimbing aku kembali kealam sadarku. Tak terasa, tangisanku tumpah di hadapan para pelayat yang hadir.

“ Mari bu, mari ikut saya…” wanita tua itu membimbingku bangkit. Memapahku kedalam bilik kecil yang suram. Bilik di mana Mi menghabiskan hari harinya menjemput ajal.

“ Mi sudah pergi bu, jangan diberati lagi, diikhlaskan saja ya bu….., sebagai neneknya, saya juga merasa sangat kehilangan Mi, cucu perempuan saya satu satunya itu…..” kata kata itu membuat aku serasa luluh. Lalu, tanpa aba aba, aku memeluknya dalam dalam. Memeluknya untuk berbagi tagisan kepedihan ini, tangisan kehilangan ini, tangisan yang seperti tangisan Mi, tangisan yang seerat pelukan Mi di malam itu, malam malam kematian menjemputnya secara perlahan.

“ Lalu salahkah Mi kalau kemudian Mi menilai setiap lelaki itu sama? Mereka hanya datang pada kita pada saat kita di butuhkan saja. Mereka itu datang seperti lalat lalat yang menggerubungi daging yang busuk…., bah……! Mereka itu MENJIJIKKAN…..!!” Kulihat kilatan kebencian yang mendalam di mata Mi malam itu, diantara tetesan air matanya yang bertambah deras. “ Mereka datang hanya untuk mengerubungi seorang Mi yang sudah seperti mayat….!!” Mi kembali melengkingkan kata katanya. Menumpahkan rasa jijiknya penuh penuh. “ Aku BENCI MEREKA…..Mi benci lelaki itu…. MI BENCI……” Mi kembali tergugu, kembali terguncang… kembali meraung raung dalam kehampaannya.

“ Tapi bapak Mi adalah orang yang lain mbak, bapak tidak seperti mereka, bapaklah yang menebus Mi mbak, yang membebaskan Mi dari rumah hitam terkutuk itu…..” aku lihat bulir bulir cinta yang mendalam saat Mi mengucapkan kalimatnya itu. Bulir cinta yang dalam, dalam dan tulus tak terperikan.

“ Itulah sebabnya Mi mencintai bapak Mi sendiri. Tapi karena orang bilang cinta Mi salah, maka bapaklah yang pertama harus mati…..” Mi mendesis, lalu menarik senyumnya yang khas, senyum yang berisi berisi kematian. Senyum yang penuh cinta, cinta tulus yang ternoda kebencian!

***

Sejak malam itu, Mi tidak pernah berhenti bermain bersama kartu kartunya. Mengirimkan rasa sakitnya, mengirimkan ambang kematian pada orang orang yang dia cintai, yang dia benci.

Malam demi malam aku menemani Mi di dalam kamar itu, menemaninya dalam diam. Memperhatikan bagaimana kartu kartu itu terlompat lompat di kedua tangan lugu seorang Mi.

“ Mi sedang mengirimkan kesakitan mbak, sihir halus buat lelaki kejam itu. Mi ingin dia mati pelan pelan, malam demi malam…. “ Mi menyeringai, menunjukkan deretan gigi gigi kematiannya yang kejam.

“ Dan yang ini mbak, ini adalah kematian buat bapak Mi sendiri, kematian perlahan yang sangat manis. Mi ingin bapak mati perlahan, mbak. Dalam hitungan hari sebanyak dia berusaha menemukan Mi. Mi tidak ingin bapak mati dengan susah payah, Mi ingin kematian bapak Mi tidak menyakitkan. Tapi pelan, pelan tapi pasti. Dan di hari dengan tanggal yang sama dengan waktu bapak menemukan Mi, kematian itu akan mencapai ubun ubunnya…. Hi hi hi hi hi hi…..”

Kemudian, malam malam Mi dan aku berikutnya, adalah malam malam di mana bebauan itu terus menyeruak kental mengisi udara di kamar Mi. malam malam di mana bunga bunga beraneka rupa menghiasi kamar mandi kami. Malam berasama menyan, bersama dedupaan, di mana hio mengepul di dalam rongga hidung kami. Hingga sampai malam terakhir, dimana Mi mengirim kematian untuk raganya sendiri.

Aku tak tahu harus menangis atau harus bersukur malam itu. Harus menangis kalau akhirnya Mi juga harus pergi, ataukah harus bersukur bahwa akhirnya aku akan pergi dari kehidupan seorang Mi, dari sosok dengan cinta dan kebencian yang mendalam.

Tapi Mi hari ini sudah benar benar pergi. Dia pergi membawa cinta dan kebenciannya sekaligus. membawa harapan dan keputusasaannya berasama dengannya. Mi pergi bersama setiap kartu yang menemaninya setiap malam. Bersama tembang yang dia nyanyikan tiap malam. Tembang gubahan Mi sendiri, tembang yang selalu sama, setiap malam.

***

Seperti malam malam di mana aku menemaninya menembang dan mengocok kartu, malam inipun rupanya Mi belum bisa membiarkan aku sendiri saja di sini. Malam ini, ketika aku mengetikkan kisah Mi ini sendiri, sebenarnya Mi sedang berada di sampingku. Menemani aku seperti aku menemaninya setiap malam. Walaupun, Mi hadir hanya sebagai sosok suara tanpa raga.

Mi selalu hadir, pembaca yang budiman, di manapun dia diingat, diingat dengan cara apapun, dengan kebencian atau dengan penuh simpati. Perhatikan, saat desau angin atau keheningan di sekitar kita begitu mencekat, atau ketika sekelebat bayangan mendekat di belakang kita. Mungkin disaat itulah Mi akan hadir, Mi hadir bersama senyum kematian dan tembang sihir kartunya yang khas…..

Duh siapa lagi yang akan jadi penyejuk di hati….
Duh siapa lagi yang akan jadi cahaya di mata….
Engkau telah pergi tak tau kemana…..
Hati luka siapa yang akan mengobati….
Hati luka tak kuat diri ini..…
Hati luka ingin kubagi….
Kepada engkau yang sudah membuat siksa….
Kepada engkau yang mendengar tapi tidak pernah cinta…..”**



** Bait tembang terakhir adalah terjemahan dari tembang berbahasa Madura gubahan Mi diatas.

READ MORE - Tembang Tembang Mi

Rabu, 06 April 2011

Joke of the day : Begini Jadinya Kalau Orang Madura Masuk ke Warung Orang Jawa

“ Entek” adalah salah satu kata yang di gunakan oleh orang orang yang berbahasa Madura sekaligus oleh orang orang yang berbahasa Jawa. Tapi, dalam penggunaannya, kata ini memiliki arti yang sama sekali berbeda.

Dalam bahasa Indonesia, arti ‘entek’ adalah
Madura = tunggu,
Jawa = habis.

Nah, pada suatu hari, ada seorang Madura yang sedang berkunjung ke pulau Jawa. Pada saat jam makan siang sudah hampir habis, dia masuk ke dalam sebuah warung milik orang  Jawa.

“ Nasek settong buk (Madura, artinya ‘nasi satu buk’)“ katanya, dalam keadaan kelaparan.

Tanpa menoleh, pemilik warung menjawab “ entek mas (jawa, entek=habis)” tapi si Madura mengartikan entek tadi dengan bahasanya sendiri (madura, entek= tunggu). Maka menunggulah si Madura diwarung itu sambil menahan rasa laparnya.

Tapi setelah beberapa lama si pemilik warung tidak juga kunjung memberinya sepiring nasi, si Madura berujar kembali “ Buk, nasek settong buk, dulien, la lapar rea (madura, artinya ‘buk, nasi satu buk, cepetan, sudah lapar nih’). Tapi sepertinya si Jawa pemilik warung tidak mengerti apa yang di katakan si Madura. Dia kemudian mendekati si Madura dan berkata “entek mas (jawa, entek=habis)”. Tapi lagi lagi si Madura mengartikan ‘entek’ itu dengan ‘tunggu’. Maka, dengan berusaha menyabarkan diri dan menahan rasa laparnya, si Madura kembali duduk dengan gelisah di tempatnya.

Kejadian ini berulang sampai beberapa kali. Si Madura berbicara dengan bahasa Maduranya untuk meminta si Jawa membawakan sepiring nasi untuknya, sedangkan si Jawa selalu menjawab dengan satu kata yang sama, “entek”.

Sampai akhirnya, kesabaran keduanya rupanya sudah habis. Mereka mulai mengumpat dengan bahsa masing masing, tapi lucunya, mereka berdua tidak mengerti bahwa lawan bicaranya sendang mengumpati dirinya. Untunglah, ada seorang yang masuk ke dalam warung itu tepat ketika mereka berdua sudah siap untuk saling jotos.

Setelah mengetahui duduk permasalahannya, akhirnya orang yang baru masuk itu tertawa terpingkal pingkal. Yang tentu saja hal itu membuat si Madura dan si Jawa terheran heran. Akhirnya, orang itu menjelaskan di mana letak kesalah pahaman mereka. Mendengar penjelasan itu, akhirnya kedua orang itu saling bersalaman meminta maaf seraya tertawa bersama sama. 

READ MORE - Joke of the day : Begini Jadinya Kalau Orang Madura Masuk ke Warung Orang Jawa

Minggu, 03 April 2011

joke of the day : ketika guruku di rumah sakit.....

Tulisan kali ini adalah pengalaman pribadi penulis sewaktu masih menjadi siswa SMU, sebuah kenangan lucu yang penulis alami sewaktu menjenguk seorang guru penulis yang sedang di rawat di rumah sakit. Untuk teman SMU penulis, semoga tulisan yang lucu ini bisa sedikit membuat kita terkenang lagi masa masa indah di sekolah dulu. Untuk teman teman yang sedang berkunjung ke blog ini, mari sejenak kita melepas lelah dan tersenyum setelah membaca tulisan ini.

***

Siang itu, aku dan beberapa orang teman sebagai perwakilan kelas berencana mengunjungi seorang guru kami yang sedang di rawat di rumah sakit. Beliau sudah beberapa hari di rawat disana akibat serangan penyakit tipus. Guru yang akan kami jenguk ini adalah seorang guru agama yang di senangi oleh murid muridnya. Dia pandai bergaul dan mengambil hati anak didiknya. Sudah beberapa orang teman kami yang mampu mengubah kebiasaan buruknya dengan bimbingan beliau.

Singkat cerita, dengan membawa beberapa bingkisan semacam roti dan buah buahan akhirnya sampai juga kami di ruang paviliun tempat guru kami itu di rawat. Keadaannya cukup membuat kami prihatin. Wajah guru kami yang selalu ceria itu, sekarang terlihat pucat, matanya tertutup rapat dengan rambutnya terlihat acak acakan.

“ Bapak sedang solat,” kata istrinya sewaktu tiba di ruang paviliun tempat beliau di rawat. Masyaallah, kagum benar aku pada guruku yang satu ini. Dalam keadaan yang sangat rawan begini, pikirannya masih di penuhi dengan keinginan besarnya untuk menghadapNYA. Semoga kami juga Engkau beri barokah seperti yang engkau berikan pada guru kami ini ya ALLAH….

Tidak berapa lama kemudian, beliau sudah selesai solat. Aku dan teman teman memberi salam kepada beliau. Beliau tampak terharu dengan kedatangan kami waktu itu. Beberapa wejangan beliau berikan pada kami dengan kata kata yang terbata bata. Kami manggut manggut saja mendengar semua wejangan yang disampaikan beliau.

Setelah beberapa saat, guru kami itu diam tanpa mengucapkan sepatah katapun. Mulutnya komat kamit seperti orang yang sedang berdzikir.

“ Bapak menahan sakitnya dengan selalu berdzikir seperti itu,” kata istrinya menjelaskan. Hati kami ternyuh mendengar penjelasan istri guru kami itu. Beliau itu termasuk orang berilmu yang paham akan ilmunya dan mampu mengamalkan apa yang beliau tau.

“ Belum makan siang ya.” Kata beliau tiba tiba. Setelah diamnya yang cukup lama.

“ Sudah kok pak, tadi kami makan siang dulu sebelum berangkat ke sini” kataku cepat cepat menanggapi perkataan beliau.

“ Bukan, saya belum makan siang.” Katanya kemudian.

Doeeeeeennnnnngggggg………!!!!!

Wajahku langsung memerah mendengar lanjutan kalimat itu. Bersamaan dengan itu, beberapa temanku keluar dari dalam ruangan dengan memegangi perutnya. Sesampainya mereka di luar ruangan, aku mendengar mereka tertawa cekikikan tertahan.

Dasar! Pasti mereka sedang menertawakan aku……..
Duh, betapa malunya aku. Gini ini jadinya kalau jadi orang yang sok tanggap…….
TT



READ MORE - joke of the day : ketika guruku di rumah sakit.....

Sabtu, 02 April 2011

Bus Setan Itu Membuat Kami Ingat Kepada Tuhan

Kadang, bahkan sering kali, apa yang di sampaikan oleh orang orang alim itu, seolah cuma angin yang berlalu buat aku. Tiap minggu di rumah rumah ibadah, terasa cuma seperti rutinitas yang membosankan. Ritual keagamaan yang kadang aku ikuti hanya seperti rutinitas ke sekolah saja. Tidak ada yang berkesan, tidak ada yang memebekas. Kematian, surga, neraka, Tuhan, firman, malaikat, menjelma terkadang seperti kata makan, mandi, tidur, yang ada setiap hari, di lakukan tiap hari, tanpa ada yang bisa membekas di hati.

Tapi hari itu, sebuah pelajaran berharga aku dapatkan dari seorang sopir bus lintas kota. Berawal dari terminal Tawang Alun di jember, aku bersama seorang temanku berangkat untuk sebuah interview di sebuah pabrik di kota Pasuruan tepat pukul 4 dini hari. Seharusnya, perjalanan dari Jember ke Pasuruan di tempuh setidaknya 4 jam perjalanan. Jadi, bila kami berangkat pukul 4, kira kira pukul 8 pagi kami sudah berada di tempat interview. Masih akan ada waktu kira kira satu jam sebelum interview di mulai pukul 9 buat kami untuk menyegarkan badan dan pikiran.

Tapi yang terjadi sungguh di luar perkiraan kami. Bus yang kami tumpangi rupanya adalah bus setan. Bagaimana tidak, perjalanan kami di pagi buta itu, cuma butuh waktu 2,5 jam untuk di selesaikan. Terbayang bagaimana ngawurnya bus yang kami tumpangi? Bus yang kami tumpangi pagi itu seperti bus yang sedang di kejar oleh kematian itu sendiri. Dengan kecepatan yang ‘diatas normal’ itu, terbayang bagaimana kengerian yang di timbulkan. Suara klakson bus yang selalu menderu sepanjang jalan, di tambah pekikan tertahan dari para penumpang bus, menjadikan pagi itu benar benar seperti pagi di ambang kematian tiap penumpang bus. Bus bahkan mampu membuat truk-truk besar yang berpapasan dengan bus kami di jalur pantura menepi ke bahu jalan paling kanan. Berkali kali kendaraan kendaraan dan orang orang di pinggir jalan hampir menjadi korban dari bus yang kami tumpangi.

Tapi di balik kengerian itu, ada sebuah hikmah yang bisa kami ambil. Ternyata, saat saat di mana kami benar benar berada di ambang kematian seperti itu, kami benar benar bisa mengingat akan kematian itu sendiri, ingat akan Tuhan yang Maha Berkehendak. Kematian yang selama ini selalu jauh dari ingatan kami, selalu jauh dari pikiran kami. Tapi di pagi yang menyerempet maut itu, tak terasa, secara reflek, kami masing masing berdoa untuk keselamatan kami. Tiba tiba saja kami ingat akan Tuhan, ingat bagaimana memanjatkan doa doa yang selama ini kami lupakan.

Aku benar benar bernafas lega begitu turun dari bus maut itu. Pukul 6.30 kami sudah berada di tempat interview. Walaupun akhirnya aku tidak diterima di pabrik itu, tapi satu pelajaran bisa kami ambil. Pelajaran bahwa kematian itu bisa terjadi kapan saja, dengan apa saja, tanpa bisa kita ketahui sebelumnya. Juga pelajaran bahwa inspirasi itu bisa kita temukan di mana saja, kapan saja, dan dari siapa saja, asalkan kita bisa jeli melihat keadaan.

Mulai hari itu aku berjanji tidak akan pernah lagi naik bus yang sama. Tidak perduli siapa yang mengemudikannya. Aku pilih yang sedikit lambat, tapi bisa sampai di tempat tujuan dengan selamat.

READ MORE - Bus Setan Itu Membuat Kami Ingat Kepada Tuhan

Selasa, 15 Maret 2011

Joke of the day : ICE CREAM untuk Cucu Baruku

Keluarga ini sedang bergembira dengan kelahiran anak pertama mereka, seorang bayi perempuan yang imut sekali. Tapi, mereka sedang dipusingkan dengan penentuan nama yang akan di berikan kepada anak meraka yang baru satu jam dilahirkan. Sudah beberapa nama yang indah dan bermakna indah yang diusulkan. 
 Namun tak satupun dari nama nama itu yang diambil oleh mereka untuknya.

Di tengah tengah kebingungan itu, sang nenek tiba di rumah sakit dengan wajah yang berseri seri. Sang nenek langsung menimang cucu pertamanya itu dan melantunkan lagu lagu yang merdu.

“ Siapa namanya…., lucu sekali cucuku ini….” Tanya sang nenek di tengah kebahagiaannya.

“ Belum di kasi nama bu, “ jawab sang ayah yang berdiri tak jauh dari sang nenek.

“ Lo, emangnya kalian belum merencanakan nama sebelumnya….”

“ Belum bu ….” Jawab sang istri. “ Apa ibu punya saran untuk nama cucu ibu ….?”

“ Ah…, ada ada….” Jawab sang nenek bersemangat “ Ibu ini kan penggemar berat Ice Trisnawati. Gimana kalau anak kalian ini diberi nama mirip sama dia. Nama ini bagus lo, sering ibu lihat di tulis di toko toko makanan di pasar…”

Kedua suami istri itu mengeryitkan kening. Sambil memendam rasa penasaran, sang istri menjawab “ Siapa nama itu bu……”

“ ICE CREAM ( dieja dengan ejaan bahasa Indonesia seperti biasanya, tidak di baca eis krim, tapi tetap ice cream) bagaimana?” tanya sang nenek berapi api…..

Mendengar itu, semua yang ada di ruangan itu tak bisa menahan tawa, merekapun tertawa berjamaah…..

*** selamat tertawa….. 

sumber gambar : i loVe ice cream!!




READ MORE - Joke of the day : ICE CREAM untuk Cucu Baruku

Sabtu, 12 Maret 2011

Ide, Dimana Kamu Berada


Sudah sepuluh menit aku duduk di depan si lapie di dalam kamarku. Tapi belum ada satu paragrafpun yang tercipta. Sejak tadi, belum juga ada ide yang melintas di kepalaku walaupun aku sudah mencoba untuk berfikir, berhayal, berimajinasi sebisaku.

Tapi semua terasa buntu. Tidak ada ide, tidak ada tema, tidak ada gambaran sedikitpun tentang apa yang harus aku tulis di sini. Padahal dalam otakku ini, aku sudah berangan angan untuk menjadi penulis besar yang bisa menghasilkan karya fenomenal sekelas Gibran, atau setidaknya sebuah seri novel spektakuler sekelas Harry Potter-nya JK Rowling. Aku ingin itu. Setidak tidaknya, aku bisa menyamai Mira W atau Andrea Hirata dengan Laskar Pelanginya. Tapi mulai dari mana? Dari huruf apa? Aku tetap termangu.

Aku membayangkan otak seroang penulis sejati seperti O Solihin atau keluarga Asma Nadia. O Solihin sudah menelurkan berbagai macam tulisan dan buku buku yang mengispirasi banyak orang. Seperti Asma Nadia yang hanya perlu menulis sebuah cerita pendek berjudul Emak Ingin Naik haji saja sudah laku untuk di jadikan film layar lebar. Aku berfikir bagaimana otak mereka berkerja. Mungkin, di setiap sudut otak mereka ide bertebaran. Ide ide besembunyi di sana, tidur di sana, bahkan setiap saat menari dan bernyanyi di setiap relung otaknya. Sehingga setiap saat sang pemilik otak itu memerlukan ide untuk tulisan mereka, ide itu sendiri yang menawarkan diri untuk diwujudkan kedalam tulisan tulisan indah mereka.

Lalu aku bagiamana ya…..

Bagaimana memulai cerita dengan baik? dengan kata apa? Dengan pembukaan apa? Heh…., tidak ada sama sekali gambaran tentang itu.

“ Tulisan itu bebas, dia bebas sebebas bebasnya.” Kata seorang penulis kenamaan dalam bukunya tentang kiat menulis yang baik. Tapi mungkin itulah yang jadi masalah bagi aku. Ide dalam otakku ini, tulisan tulisanku ini juga tulisan bebas. Sebebas burung di angkasa, sehingga saking begitu bebasnya, semua itu beterbangan di angkasa tanpa bisa aku tangkap lagi….. TT

Tapi menyerah bukan tipeku. Aku tidak akan pernah menyerah untuk menulis, aku akan terus berusaha sampai aku bisa mewujudkan apa yang aku inginkan.

“ Bagus!” kata penulis handal itu, masih dalam bukunya yang sama. “Seorang penulis itu pantang menyerah, dia itu akan menulis, sampai kapanpun, sampai sebuah tulisan yang dia garap selesai dan bisa di baca sebagai satu kesatuan yang utuh. Tak perlu bagus, tak perlu panjang lebar untuk pemula. Hanya tulis saja apa yang ingin kamu tuliskan”

Bagus juga kata kata ini, cukup membantu aku untuk lebih bersemangat untuk menulis. Tapi menulis tanpa ide, apa jadinya? Menulis tanpa tahu apa yang harus di tulis bagaimana bisa untuk menulis? Aku menggeram geram sendrian.

“ Beralihlah dari tempat di mana kamu berada ketika kebuntuan menyerang otakmu. Sebenarnya pada saat itu, otakmu itu butuh ruang untuk menenangkan diri.” Tertulis begitu juga di buku itu selanjutnya. Nah ini ide yang cemerlang. Sepertinya memang aku harus keluar dari kamarku dulu, mungkin di luar kamar nanti, aku bisa menemukan ide-ide itu. Mungkin si ide sedang ingin bermain petak umpet denganku. Hmmmm…., harus aku temukan dia.

Aku melangkah keluar kamar. Ada adikku sedang nonton tv bersama ayah. Tapi tidak aku dapatkan si ide sedang duduk bersama ayah dan adikku nonton tv bersama. Aku mendensah, meneruskan perjalananku ke …., hmmmm, kemana enaknya? Kedapur saja. Mungkin dengan mengisi sedikit perutku ini, ide akan menghampiri otakku.

Kubuka kulkas, kulihat isinya, tapi tidak ada seonggok ide yang sedang nongkrong di sana. Tidak ada, ide tidak ada disana. Mungkin di dalam sana terlalu dingin buat si ide nongkrong. Kuraih sebotol minuman ringan, kuamati, munkin saja ide sendang berenang renang di dalam minuman di dalamnya. Kalau memang ada, akan aku tegak sampai habis biar si ide ikut ke dalam perutku. Tapi ide tidak ada disana. Ide tidak suka berenang di dalam minuman dingin juga rupanya.

Di rumah penulis, mungkin ide itu berada di mana saja. Di dalam kulkas, di lemari baju, di meja makan, di kebun belakang, di ruang tamu, bahkan mungkin di dalam kotak P3K. Begitu sang penulis membutuhkan ide, dia tinggal comot saja. Tinggal ambil ide mana yang dia inginkan untuk dia tuangkan di dalam tulisannya. Tapi mengapa ide tidak mau berdiam di rumahku ini? Aku mendesah.

Aku melangkah ke meja makan, dan si ide tidak sedang makan malam di sana. Rupanya di ide tidak sedang lapar malam ini. Aku buka tudung makanan, hanya ada tempe dan tahu yang tersenyum padaku. “ Kalian tahu di mana ide bersembunyi?” tanyaku pada mereka. Tapi mereka tidak bergeming. Mereka diam. Bahkan tadi yang kusangka mereka sedang tersenyum, sekarang tidak lagi, aku baru menyadari, kalau mungkin otakkulah yang mulai gila. Heh….

Malam semakin larut saja, aku semakin lelah rasanya. Sebelum aku masuk kekamar lagi dan berhadapan dengan si lapie yang menuntutku untuk mengetikkan sesuatu diatas lembaran MS Word yang terbuka dengan kursornya yang terus berkedip kedip, aku ingn duduk duduk dulu saja di sini. Membuka buka majalah lama mungkin bisa jadi jalan bagiku untuk menemukan di mana ide itu berada. Atau mungkin si ide sudah memasang iklan di salah satu halamannya, untuk mengabarkan di mana dia berada.

***

Tok tok tok…..
Ada ketukan di pintu depan.

“ ada tamu sepertinya, coba lihat siapa yang datang.” Kata ayah padaku.

Aku bangkit dari tempat dudukku menuju ruang depan. Begitu pintu di buka, nampak seorang dengan pakaian yang rapi berdiri di depan pintu. Aneh, kenapa ada tamu dengan pakaian kantor hampir tengah malam seperti ini?

“ permisi” katanya.

“ ya,” jawabku. “ ada yang bisa saya bantu?”

“ apa benar ini rumah bapak Author?” aku sedikit kaget. Itu namaku. Ada apa orang ini mencariku hampir tengah malam begini.

“ ya benar, ada apa ya….” Tanyaku penasaran.

“ pak Author ada dirumah malam ini?” tanyanya lembut.

“ ya, saya sendiri” jawabku setengah mengambang.

“ wah kebetulan sekali. Perkenalkan, nama saya ide” aku tersentak. Tak percaya dengan apa yang dia ucapkan. Salahkah apa yang aku dengar barusan?

“ maaf, siapa …?” tanyaku untuk menghilangkan keraguan.

“ saya ide pak, bukankah bapak sedang mencari saya akhir akhir ini?” aku mengangguk hampir tak percaya dengan apa yang sedang terjadi di depanku. Benarkah ini wujud dari si ide itu?

“ be,,….. benar….” Jawabku tergagap.

“ tenang pak, saya datang ke sini hanya mau menyerahkan cetakan pertama dari karya pertama bapak…….” Bla bla bla…..Si ide itu kemudian berbicara lebih panjang lagi. Tapi aku tidak mendengar apa yang sedang dia jelaskan. Aku lebih direpotkan untuk mencari pengertian dari apa yang sebenarnya terjadi. Apa ini nyata? Apa memang ada ide yang berwujud seperti ini? Apa ide bisa hadir dalam bentuk seorang manusia? Aku menggeleng geleng mengusir pusing yang tiba tiba menyergap keningku.

Si ide menyerahkan sebuah buku ber-cover hitam kearahku. Di halaman sampulnya, tertulis sebuah judul yang di cetak dengan warna emas diatas latar hitam. Benar benar sebuah desain yang mengagumkan. Dan yang lebih mencengangkan lagi, tertulis jelas di sana namaku sebagai pengarangnya.

“ ini adalah buku pertama bapak yang tadi saya ceritakan. File aslinya pasti masih ada di laptop bapak bukan?”

File asli? Laptop?

Aku langsung berlari kekamar. Memeriksa lapieku yang masih terbuka dengan kursor yang berkedip kedip. Tapi halamannya sekarang tidak lagi kosong, tapi penuh dengan deretan kata kata membantuk sebuah cerita. Ini tulisanku? Ini buku pertamaku? Wah….., betapa mengagumkannya!

Aku segera kembali keruang tamu. Tadi aku tinggalkan si ide di sana. Tapi, kemana dia? Kenapa pergi tanpa berpamitan padaku? Bukankah pembicaraan kami belum selesai?

Aku segera berlari ke dalamkamarku lagi. Aku ingin segera membaca apa yang sudah aku tulis di lapie-ku. Benarkah itu benar benar tulisanku?

Tapi alangkah terkejutnya aku ketika aku dapati adikku sendang nongkrong di depan lapieku. Tangannya menekan nekan keyboard lapieku. Astaga……!!! Aku menjerit menyadari apa yang sudah terjadi. Adikku sudah menambahkan huruf huruf secara acak di antara tulisan tulisan yang sudah aku buat. Dia rupanya sudah menekan tombol delete berkali kali, menekan backspace berkali kali juga. Yang ada sekarang, tulisan itu sudah tidak dapat di baca secara utuh lagi.

Aku mengeram marah sekali. Tulisan pertamaku yang berharga ini sudah di rusak oleh anak kecil tidak tahu malu ini. Aku berusaha meraih adikku, anak kecil ini perlu di beri pelajaran…!!!!

Sebuah guncangan mengguncang bahuku keras keras membuat aku membuka mataku dan bangun dari tidurku. Ah…., rupanya aku sudah tertidur waktu membaca majalah tadi.

“ mimpi apa kamu?” tanya ayahku. Beliau memegang bahuku erat erat. Butuh waktu beberapa menit untukku untuk mengumpulkan kesadaranku lagi. Dengan desahan kecil aku berusaha duduk di kursi dengan posisi yang benar.

Mimpi rupanya. Cukup mengagetkan dan sekaligus mengecewakan sewaktu aku sadari kalau halaman MS Word di lapieku masih putih bersih…..

Ide, di manakah kamu berada….
READ MORE - Ide, Dimana Kamu Berada

Kamis, 10 Maret 2011

Jatim Park 2 dan BNS ( Batu Night Spectacular)

Hari sabtu, 5 Maret 2011 kemarin, penulis berlibur bersama karyawan salah satu perusahaan yang berkantor di jalan Untung Suropati Surabaya. Perjalan yang semula di perkirakan selambat lambatnya di tempuh selama 3 jam, molor menjadi 5 jam lamanya.

Tepat pukul 13.30 menit ketika kami sampai di Jatim Park 2, Batu, Malang. Setelah membeli karcis secara kolektif dan berfoto bersama di depan pintu masuk, perjanan panjang yang menyenangkanpun kami lalui. Berbagai hewan yang lucu di tambah pemandangan alam yang mengagumkan bisa dinikmati disini.
Lebih banyak gambar dapat dilihat dilihat di…..

Menjelang malam, kami beralih dari Jatim Park 2 ke BNS ( Batu Night Spectacular). Hujan yang turun cukup deras tidak menjadi penghalang kami untuk melanjutkan perjalan dengan jalan kaki ke BNS. Tapi apa yang bisa kami nikmati di sana mampu membayar rasa lelah dan kedinginan dalam perjalanan tadi.

Lewat pukul 20.00 malam BNS menyajikan pertunjukan yang spektakuler. Dengan api buatan di atas panggung dan tata lampu yang mengagumkan membuat malam itu sungguh berwarna. Ditambah dentuman musik yang menyentak nyentak jiwa muda kami, dan tarian dari air yang disemprotkan ke atas membuat malam itu semakin spektakuler.

Bila biasanya lagu dan tata panggung serta lighting seperti ini di ikuti dengan tarian dari para penari, kali ini semprotan air yang meliuk liuk ke udaralah yang menggantikannya. Sungguh jadi malam yang spektakuler. Air yang di semprotkan meliuk liuk keatas, membiaskan cahaya yang beraneka warna sehingga membuat efek seperti tarian cahaya yang meliuk liuk. Perhatikan keindahannya dalam rekaman video yang penulis ambil dari kamera hape berkelas vga ini.

Di akhir pertunjukan, ditampilkan sebuah video di sebuah layar yang di klaim sebagai layar terpanjang yang pernah ada. Layar ini di tempatkan tepat diatas tempat duduk para pengunjung yang menikmatinya sambil makan makan.

Bila ada kesempatan untuk berlibur, Jatim Park 2 di siang hari dan BNS di malam harinya bisa menjadi pertimbangan teman teman.

READ MORE - Jatim Park 2 dan BNS ( Batu Night Spectacular)

Rabu, 09 Maret 2011

Tipe Teman Wajib, Sunnah, Mubah, Makruh, dan haram, siapa saja mereka?


Teman teman di sekitar kita sebenarnya dapat di golongkan seperti penggolongan hukum dalam agama. Ada teman yang “wajib”, ada yang “sunnah”, ada teman yang “mubah”, ada yang “makruh” bahkan ada teman yang “haram”.

Tapi, tunggu dulu, sebelum membaca lebih jauh lagi, sebelum berfikir diluar jalur pikiran penulis, perlu di ketahui dulu bahwa pengistilahan wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram di sini hanya sekedar meminjam istilah saja. Bukan dengan maksud mengadakan hukum itu secara mutlak kepada teman teman di sekitar kita. Maka itu, penulis memberikan tanda petik untuk mengapit nama hukum-hukum itu. Karena memang, tidak ada yang benar benar teman yang wajib, yang sunnah, yang makruh, yang mubah, dan yang haram. Semua hanya pengandaian saja. Jadi, selamat membaca dan menikmati alam pikiran penulis yang terkadang nyeleneh ini....…



Teman yang “Wajib”.

Tipe teman yang pertama di ibaratkan seperti teman yang “wajib” adanya. Kata iklan, gak ada lo gak rame!

Teman yang seperti ini bukan hanya harus baik. Tapi lebih dari itu, teman tipe ini adalah mereka yang selalu di nantikan kehadirannya di manapun. Dia dibutuhkan bukan karena pembawaanya yang selalu menghibur, tetapi juga bisa mengubah setidaknya rasa jemu menjadi lebih menyenangkan. Teman tipe ini bisa di jadikan sandaran saat kita membutuhkan bantuan. Kita akan berusaha mencarinya saat kita membutuhkan atau dia tidak ada di sekitar kita.

Teman tipe ini bisa dibaratkan sebagai penjual minyak wangi atau sang juara kelas yang santun. Teman tipe ini, secara tidak langsung akan mempengaruhi kita untuk menjadi lebih baik. Atau setidaknya, kita bisa dianggap lebih baik oleh orang orang di sekitar kita bila kita dekat dengan tipe teman yang “wajib” ini.



Teman yang “Sunnah”.

Teman tipe “sunnah” ini adalah teman yang keberadaannya sebenarnya tidak begitu penting dalam kehidupan kita. Tapi kehadirannya di sekitar kita akan membawa dampak yang lebih baik buat kita dan orang orang di sekitarnya. Teman tipe ini adalah tipe teman pelengkap kebahagiaan. Tapi ketidakadaanya di sekitar kita tidak akan mempengaruhi kebahagiaan itu sendiri. Dia ada untuk membuat kebahagiaan kita kian terasa. Dia ada, untuk membuat dunia di sekitarnya lebih berwarna. Bila kia punya banyak teman tipe ini dalam hidup kita, kemungkinan besar hidup ini akan terasa makin indah. Maka itu, selain kita harus memiliki teman yang “wajib”, kita harus mencari juga teman yang “sunnah” ini sebanyak mungkin. Karena teman tipe ini memang lebih mudah di temukan daripada teman yang bertipe “wajib”.

Teman yang “Mubah”

Teman yang “Mubah” adalah teman yang keberadaannya atau ketidak adaannya di sekitar kita bernilai sama. Teman tipe ini adalah teman yang kita butuhkan karena kita hanya butuh berteman saja. Kita hanya tau dia dan dia tau tentang kita. Itu saja, dia tidak membawa kebahagiaan atau meninggalkan kesedihan buat kita. Teman yang baru kita kenal bisa di masukkan tipe yang satu ini. Bisa dikatakan setiap teman yang masuk dalam kehidupan kita, awalnya adalah teman jenis ini. Sehingga nantinya, sesuai berjalannya waktu, teman dari tipe ini akan bermetamorfosis menjadi tipe yang lain, atau tetap saja di dalam tipe “mubah” ini selamanya.


Teman yang “Makruh”

Teman yang makruh adalah teman yang keberadaanya tidak kita harapkan. Teman tipe ini bisa kita terima keberadaannya di sekitar kita. Tapi ketidakadaannya akan membuat kita merasa lebih baik. Bila dia ada di sekitar kita, setidaknya kita masih bisa menikmati kehidupan, tetapi terlalu dekat dengannya bisa mendatangkan cibiran dan hal negatif bagi kita. Ingat jengkol dan rokok bukan? Teman tipe ini bisa diibaratkan seperti rokok atau jengkol itu sendiri. Keduanya juga mempunyai hukum makruh, yang diartikan “boleh, tapi lebih baik ditinggalkan”. Teman tipe ini mungkin saja tidak berusaha membawa kita pada keburukan, tapi efek “bau” yang ditebarkan membuat kita bisa dijauhi orang lain. 


Teman yang “Haram”

Tipe teman yang terakhir ini adalah tipe teman yang sangat di anjurkan untuk dihindari. Teman yang bertipe “haram” adalah tipe teman yang mana kita akan merasa bahagia bila dia tidak ada di sekitar kita. Dan sebaliknya, bila dia ada di sekitar kita kita akan merasa sangat terganggu. Teman tipe ini bisa dikatakan sangat parah pengaruhnya dalam hidup kita. Teman yang wajib di jauhi, teman yang menjadi penyebab tidak beresnya kehidupan kita. Tapi teman seperti ini bisa hadir dalam penampilan yang menyenangkan dan tawaran yang menggiurkan. Tetapi dia menusuk dari belakang.

Teman seperti ini adalah seperti pecandu narkoba yang datang pada kita untuk menawarkan bantuan. Tapi ketika kita sadar dan menyesali apa yang terjadi, semua sudah bergitu terlambat. Dia mencari teman untuk masuk dalam kelamnya dunianya.


Itulah tadi lima tipe teman yang bisa kita jumpai dalam kehidupan kita. Coba perhatikan, kemungkinan besar orang orang di sekeliling kita bisa di golongkan kedalam golongan golongan ini. Ada teman “wajib”, “sunnah”, “mubah”, “makruh” dan “haram” dilingkungan rumah kita. Begitu juga teman teman di kantor kita, bisa juga digolongkan dalam golongan golongan ini.

Tapi ada satu hal yang lebih penting dari penggolongan penggolongan teman teman itu. Hal itu adalah pertanyaan balik pada diri kita sendiri. Bagi orang orang di sekeliling kita, kita ini sebenarnya masuk golongan yang mana? Yang “wajib”, “sunnah”, “mubah”, “makruh” atau “haram”kah? Sangat penting bagi kita untuk bisa mengetahui hal ini. Sangat penting bagi kita untuk mengoreksi diri kita sendiri sebelum berpusing pusing ria menggolong golongkan teman teman di sekeliling kita ke dalam golongan golongan itu. Sebisa mungkin, mari menjadi teman yang “wajib” untuk semua orang, di manapun kita berada.

Tapi dari golongan yang manapun teman kita itu berasal, tidak akan terjadi masalah besar bila kita bisa menerima teman kita apa adanya. Seorang teman yang baik tidak akan mengubah temannya dengan cara yang ekstrim. Bila kita memang ingin mengubah teman kita ke arah yang lebih baik, maka perbaikilah diri kita sendiri. Jadikan diri kita ini contoh dan inspirasi bagi perubahan orang lain kearah yang lebih baik. kecuali untuk teman dari golongan teman yang “haram”. Sangat berhati hatilah ketika kita mau berteman dekat dengan tipe ini. Berhati hatilah karena mereka terkadang datang pada kita dengan topeng yang baik, tampil dengan tempilan yang baik baik namun dengan pisau belati yang siap menikam dengan lembut.


Sahabat

Nah lo, apa lagi ini? kenapa ada pembahasan tentang ‘sahabat’ di sini. Bukankah hukum seperti itu cuma ada lima? Wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram. Lalu sahabat masuk yang mana?

Sahabat itu sebenarnya adalah bentuk hiperbola dari teman yang masuk dalam golongan “wajib”. Ya! Seorang sahabat lebih dari itu.

Seorang teman yang “wajib” membuat kita bahagia karena kebaradaanya. Tapi seorang sahabat mampu membuat kita bahagia dengan kehadiarannya, dan bahkan seorang sahabat bisa membuat kita bahagia hanya dengan mengingatnya saja. Dia mampu memberikan kita warna hari yang berbeda hanya dengan menyebut dan mengingat namanya. Sahabat itu tidak pernah menjadi sinar matahari dalam kehidupan kita. Tapi lebih dari itu, sahabat itu bagaikan kedua lengan kita.

Dia ada, kapanpun untuk kita. Saat kita menangis, dia ada untuk menghapus air mata kita. Saat kita terawa, dia ada untuk menutupi mulut kita dari lalat yang jahil. Saat kita merasa kesakitan, dia ada untuk berbagi rasa sakit itu. Saat kita jadi sang juara, dia akan ada buat kita untuk mengangkat tinggi tinggi piala kita dan menunjukkan pada dunia, betapa bangganya dia pada kita. Betapa indahnya dia, betapa berharganya dia bagi jiwa kita.

Sahabat adalah dia, yang mampu menampung segala curahan hati kita tanpa harus bocor ke hati yang tidak seharusnya tahu. Sahabat mampu berkata tidak untuk setiap hal bodoh yang akan kita lakukan. Sahabat mampu mendampingi kita melewati hari tanpa makan disaat kantong kita dan dia sama sama tidak lagi berisi.

Bukan sahabat dia yang selalu berkata ‘ya’ untuk setiap hal yang kita lakukan. Dia bukan yes man yang selalu menyetujui keputusan kita. Bukan sahabat yang bisanya selalu ikut apa yang kita mau. Sahabat adalah tempat berbagi, tempat mencari rasa aman, tempat mengadu, tempat di mana kita bisa bersandar saat kita menangis.

Dan taukah teman teman siapa sesungguhnya yang bisa kita jadikan sahabat sejati itu? Kalau teman teman mau, jadikanlah Muhammad bin Abdullah sebagai sahabat baik teman teman semua. Jadikan Beliau sebagai teman yang selalu kita ingat saat kita sedih, sebut namanya saat kita merasa gundah. Kirimkan sholawat salam kepadanya saat kita duduk, saat kita berbaring, saat kita berjalan, bahkan saat kita sendiri ataupun saat di tempat yang hingar bingar. Jadikan namanya pembuat damai di hati kita. Jadikan beliau sahabat. Dimana walaupun beliau tidak ada di sekitar kita, tapi beliau hidup di hati kita, memberikan kita kebahagiaan walau hanya dengan menyebut namanya.



Sahabat terbaik.

Dan inilah yang berada di puncak urutannya. Kalau sahabat sudah lebih tinggi tingkatannya dari teman yang “wajib” maka inilah sahabat yang tak akan pernah ada tandingannya. Dia adalah tempat mangadu yang tak pernah meminta kita untuk mendengar keluh kesahNya. Dia adalah tempat meminta pertolongan tanpa pernah meminta kita untuk menolongNya.

Dia ada jauh lebih dekat dengan urat nadi kita. Dia mengerti kita lebih dari kita mengerti diri kita sendiri. Dia bisa memaafkan kita, sebanyak apapun kesalahan kita bila kita mau menyadari dan meminta maaf. Dia bisa menerima penghianatan kita saat kita menjadikan yang lain sebagai sahabat kita. Dia mau menerima kita kembali, kapanpun kita kembali. Dia, sebaik baiknya pendengar, sebaik baiknya tempat meminta petunjuk, sebaik baik tempat untuk bersandar saat kita rapuh.

Dia, sahabat terbaik kita itu adalah TUHAN, Dia adalah ALLAH. Yang mengasihi dengan Rahman dan Rahimnya pada setiap mahluknya. Entah mahluknya itu taat atau pembangkang. Dia tempat kembali semuanya. Dia, yang mempu memafkan dan menerima siapa saja, tak perduli sebanyak apapun kesalahan kita. Teman teman, sudahkah kita menyadari itu………
READ MORE - Tipe Teman Wajib, Sunnah, Mubah, Makruh, dan haram, siapa saja mereka?

Selasa, 08 Maret 2011

I Need A Friend

Sebuah puisi untuk mereka yang merindukan sahabat sejati......





Aku butuh seorang sahabat
Aku butuh seroang sahabat yang bisa kupercaya
Seorang sahabat tempat aku bisa bercerita tentang segalanya

Aku butuh seorang sahabat
Aku butuh seorang sahabat untuk membantuku
Seorang sahabat yang akan membantuku melewati saat2 terburuk

Aku butuh seorang sahabat
Aku butuh seorang sahabat untuk menangis bersama
Diatas segala hal2 bodoh

Aku butuh seorang sahabat
Sahabat terbaik
Untuk tinggal bersamaku sampai akhir
Sahabat terbaik
Untuk tinggal bersamaku sampai saat paling akhir
.......


versi Fb dapat di lihat di 
http://www.facebook.com/photo.php?fbid=1292031359250&set=a.1057465095240.8312.1784256847


ket :
puisi ini aku dapat dari sebuah gambar yang tidak tercantum nama pengarangnya. isi puisi tidak berubah, background sudah diubah
READ MORE - I Need A Friend