![]() |
Salmon |
Hari ini aku
baru saja selesai membaca novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi. Tapi buku Soe
hok Gie : Catatan Seorang Demonstran yang lebih dulu mulai aku baca belum juga
kelar. Ada satu daya hipnotis yang kuat yang bisa membuatku betah untuk
menyelesaikan novel Negeri 5 Menara ini. Entahlah. Yang sudah pernah membacanya
pasti tahu bagaimana rasanya terhipnotis oleh buku ini. Bahasanya yang
mengalir, diksinya yang tepat, penjabarannya yang indah dan aliran semangatnya
yang luar biasa itu, seolah mampu untuk membuatku menatapnya sampai di titik
paling akhir.
Banyak buku dan
karya yang ditulis dengan kalimat-kalimat yang luar biasa. Kalimat-kalimat yang
kadang untuk memahaminya, kita harus membacanya berlulang kali. Menelaah lagi
dan lagi. Kadang, bahkan kita harus membuka kamus yang tebal atau datang kepada
om Google untuk mencari referensinya. Menurutku itu baik. Membuat kita jadi mau
belajar dan mau berfikir lebih dalam. Tapi sejak aku membaca novel Negeri 5
Menara ini, aku malah semakin yakin akan pilihanku untuk menulis segala sesuatu
dengan bahasa yang lebih ‘mudah’. Bahasa yang terlihat santai, mudah di cerna
dan dengan kalimat kalimat yang sederhana.
Menurutku bahasa
bahasa seperti ini justru lebih bisa dinikmati oleh siapa saja. Mampu
memberikan pengertian yang lebih mendalam kepada siapa saja. Seperti Negeri 5
Menara, atau novel novel karya Andrea Hirata, tak bisa dipungkiri kalau peminat dan pembacanya datang
dari semua golongan. Dari mereka yang masih belia sekali, sampai ibu rumah
tangga yang sibuk dengan urusan keluarganya seharian penuh. Aku kira tulisan jenis ini
juga aku kira cocok buat mereka yang lelah seharian bekerja di kantor dan butuh
sesuatu yang bisa menyegarkan pikiran mereka sembari pulang kantor dan
menghadapi kemacetan di jalan. Aku ingin membacanya sekali lagi. Tapi Ranah 3
Warna, buku kedua dari trilogi menara sudah di tanganku dan sudah mengetuk
ngetuk dinding nafsu membacaku untuk segera membuka halaman demi halamannya.
Lalu kapan
giliran Gie untuk kusimak bagian akhirnya? Sekali lagi, entahlah. Mungkin setelah
ini, atau mungkin setelah aku puas membaca Ranah 3 Warna sampai tamat. Ada satu
perasaan yang janggal saat aku membaca bagian akhir dari catatan Gie. Rasanya aku
tak ingin berhenti untuk terus membaca dan mengikuti rekam jejak hidupnya. Rasanya
aku tidak pernah akan rela kalau catatan itu sampai pada akhir. Aku ingin
catatan kehidupannya itu tidak pernah akan berakhir. Maka itu aku tidak ingin
untuk menuntaskannya, karena membaca bagian akhir dan menutup sampul akhirnya,
berarti aku sudah sampai pada bagian akhir dari perjalanan hidupnya. Dan setelah
itu aku harus tahu kalau dia sudah mati. Sesuatu yang sampai saat ini belum
bisa aku terima.
Orang seperti
dia itu, adalah orang yang seperti disampaikan oleh khotib solat Jum’at
kemarin. “Ada sebagian orang yang tetap hidup, padahal alangkah lebih baiknya
kalau mereka mati. Tapi juga ada sebagian dari orang yang sudah mati, padahal
seharusnya mereka itu masih ada ditengah tengah kita untuk menebarkan kebaikan”.
Seperti cerpen Fase yang kutulis. Orang seperti Gie, walau dia bukan seorang
muslim, adalah seekor kupu kupu dalam imajiku. Dia adalah salmon yang berani
menentang arus sungai untuk satu tujuan mulia. Itulah sosok Gie di mataku. Besar
dan akan tetap saja harum sampai kapanpun. Dia bukan hanya orang yang besar
secara pemikiran, tapi juga orang yang besar karena dia berani bertindak. Memperjuangkan apa yang menjadi keyakinan
dalam hidupnya.
Satu pertanyaanku,
apakah saat ini ada orang semacam dia yang masih hidup? Aku ingin tahu. Tapi lebih
jauh lagi, aku ingin tahu, apa aku bisa menjadi orang yang, minimal, seperti
dia.
Ah, sudahlah. Aku tidak ingin
larut dalam pengandaian andaian. Karena berandai andai itu datangnya dari setan
yang ingin melenakan dan menjauhkan kita dari tujuan kita semula. Aku ingin
mulai saat ini aku bisa berbuat lebih dari yang dilakukan oleh orang lain di
sekitarku. Seperti nasihat Said kepada Sohibul Menara. Berbuat sedikit lebih
banyak itu sepertinya tidak sulit. Aku hanya butuh untuk lebih disiplin lagi
seperti apa yang ibuku ajarkan padaku sejak kecil. Menjadwalkan semuanya dan
mematuhi jadwal yang aku buat itu. Tidak perlu jadwal secara tertulis. Hanya sebuah
komitmen yang kuat yang aku butuhkan untuk itu.
“Novelmu kapan
selesai? Pastikan aku jadi pembeli pertamanya.” Kata kata dari seorang teman
itu terus terngiang di telingaku. Aku sudah mulai menuliskannya memang, tapi
tanpa komitmen yang kuat dan kedisiplinan yang terus terjaga, kapan pertanyaan
itu akan berhenti di pertanyakan kepadaku?
Dari dulu aku
sudah yakin memang, kalau kesuksesan itu dapat diraih hanya dengan dua langkah
mudah. Memulai dan berkomitmen sampai akhir. Tapi inilah yang sulit aku
lakukan. Aku ingin melakukan apa yang dinasihatkan Kyai saat Alif di tahun
pertamanya di PM. “Kalau kalian akan menyerah pada bulan pertama, cobalah bertahan
sampai bulan kedua. Kalau kalian bosan pada tahun pertama, cobalah bertahan
sampai tahun kedua. Kalau kalian ingin pulang di tahun ketiga, cobalah untuk
bertahan sampai tahun keempat.” Kurang lebih begitu bunyinya. Sebuah percobaan
yang sempurna istilahnya. Sebuah komitmen yang terus harus diperjuangkan. Semoga
aku bisa.
Bang A. Fuadi,
terimakasih sudah mau berbagi dengan kami tentang semangat Man Jadda Wa Jadda
ini. Aku ingin tahu apa yang dia simpan untuk dibagikan di Ranah 3 Warna. Mari mulai
membaca.
kunjungan gan,bagi - bagi motivasi
BalasHapusHal mudah akan terasa sulit jika yg pertama dipikirkan adalah kata SULIT. Yakinlah bahwa kita memiliki kemampuan dan kekuatan.
ditunggu kunjungan baliknya yaa :)
sudah lama tidak membuat sebuah postingan tidak ada salahnya untuk blogwalking kemari untuk menyerap setiap rangkaian kata yang dibuat oleh mas ridwan, agar tertular kepadaku kembali efek menulis :D
BalasHapusLangkah sukses, memulai dan komitmen.
Siap untuk dipraktekkan di kantor saya.. :D
jiah... inspiratif banget...
BalasHapuskesuksesan itu dapat diraih hanya dengan dua langkah mudah. Memulai dan berkomitmen sampai akhir. tambah lagi doa dan tawakal.. klop sudah
hahahahahahahahahaha......komitmen membuat saya sering gagal, karena gagal pula menjaganya
BalasHapusorang orang yg komit itu, tak kan berhenti hingga yang ingin didapatkan ada d tangan!
BalasHapusapapun yg terjadi....
Novelmu kapan terbit...? Aku juga akan membelinya... #terlanjur ngefans... hehehe...
BalasHapus