Jumat, 27 September 2013

Mengapa Bukan Muhammad




“What’s in a name? That which we call a rose by any other name would smell as sweet.”
(Apalah arti sebuah nama? Andaikata kamu memberikan nama lain untuk bunga mawar, ia tetap akan berbau wangi)

Indah sekali, dan memang itu benar adanya menurutku. Shakespeare tidak salah dalam pernyataannya. Toh ketika kenyataannya kita menyebut mawar dan orang inggris menyebutnya rose, dia tetap bunga yang indah dan menawan. Tak pernah ada dia berubah karena penyebutan nama yang berbeda. Seperti melati, jasmine, malateh atau apapun untuk menyebutkan bunga kecil berwarna putih yang memikat. Dia akan tetap begitu, akan tetap bermahkota bintang dengan aroma yang menggoda.

Walaupun begitu, mungkin Shakespeare melupakan satu hal mendasar yang lain. Nama yang melekat pada sutu benda, kemudian menjadi identitas untuk benda tersebut. Sebut saja seperti mawar yang kemudian disebut bangkai. Apa yang kemudian terkesan dalam diri kita? Kita tidak dapat menerimanya bukan? Ya, menurutku, karena saat kata itu dibentuk, sebuah nama diciptakan untuk pertama kaliya oleh pembentuk bahasa pertama kali, maka nama itu akan  melekat pada benda tersebut sampai kapanpun.

Contoh yang lain adalah sampai sekarang tidak ada orang yang rela menamai anaknya Firaun, Latta, Uzza, atau Qorun. Nama nama itu mungkin juga nama manusia, tapi apa yang terkandung di balik nama itulah yang membuat tak seroangpun yang rela memakainya. Jadi, berarti atau tidakkah sebuah nama itu?

Aku bersyukur diberi nama yang indah oleh kedua orang tuaku. Seperti yang pernah aku kisahkan pada posting yang lain, salah satu nama ‘resmi’ yang pernah diberikan kedua orang tuaku adalah Muhammad Ridwan. Aku suka menggunakan nama itu. Nama yang mempunyai arti yang sangat indah. Dalam beberapa literatur Muhammad sendiri berarti orang yang terpuji, sedangkan Ridwan diartikan sebagai keridhaan atau kerelaan. Ridwan dalam ajaran Islam juga dikenal sebagai malaikat penjaga surga, salah satu ciptaanNya yang diberi keistimewaan untuk dekat dengan orang orang beriman kelak. Betapa bangganya aku mempunyai nama seindah itu.

Saat berkenalan dengan orang lain, aku terbiasa menggunakan namaku yang umum dikenal di tempat aku tinggal. Pada suatu tempat, aku mungkin akan memperkenalkan diri sebagai Ridwan, atau namaku yang lain. Tak jadi masalah. Bagiku sama saja. Namun sampai saat ini aku belum pernah memperkenalkan diriku dengan nama Muhammad.

Mengapa?

Karena aku merasa belum pantas untuk menggunakannya. Nama itu bagiku terlalu agung untuk disematkan dipundakku. Terlalu tinggi untuk menandai aku yang masih diliputi dengan banyak dosa dan kehinaan.

Muhammad. Nama itu mengacu pada sesosok manusia yang waskita. Manusia agung pilihan Tuhan. Manusia yang dimuliakan oleh Tuhan sendiri. Nama itu, disematkan pada manusia yang dipilih Tuhan karena kemuliaan akhlaknya. Manusia yang tiada tandingannya. Sedangkan aku?

Aku bahkan tak berani membandingkan diri dengan Beliau yang agung. Maka itu aku tak pernah memperkenalkan diri sebagai Muhammad. Aku merasa aku belum bisa menjadi orang yang terpuji itu. Aku masih belajar untuk menjadi seorang Ridwan, yang ridha dan rela. Belajar untuk menerima dan rela dengan segala yang ditetapkanNya atas garis nasibku.

Ketika ada orang yang memanggilku dengan nama lengkapku, Muhammad Ridwan, dalam hati aku selalu berdoa. Semoga suatu saat nanti aku diizinkanNya untuk bisa menjadi refleksi dari namaku sendiri. Menjadi orang yang terpuji bukan saja dimata manusia, tapi juga di hadapannya. Menjadi orang yang rela atas segala yang ditetapkanNya dalam hidupku. Bukan juga maksud hati untuk  memuliakan diri sendiri, tapi berusaha kearah yang lebih baik adalah sebuah keharusan, bukan?

Walkers, aku yakin dalam setiap nama yang disematkan pada diri kita punya makna yang luar biasa. Sadarkah kita kalau setiap kali nama kita disebut ada doa yang ditujukan pada kita? 


9 komentar:

  1. may name is Taufiq ^_^
    iya mas, terkadang kita juga merasa "beban" atas nama yg kita sandang meski orang tua tentunya berharap yg baik dari nama yg diberikan kepada anaknya. Makanya biasanya ketika ada orang dg nama yg bisa dikatakan Islami tapi kelakuan maksiati bin parahi, itu jadi omongan,"namanya aja yg baik tapi kelakuannya buruk"

    BalasHapus
    Balasan
    1. maka itu kang, semoga kita bisa menjadi sebaik yang mereka harapkan...

      Hapus
  2. Kalau La Ranta rajin update, bakalan jadi blog yang aku tunggu kisah-kisahnya. Selalu suka dengan cara mas Ridwan bertutur. Beberapa hari tak bersapa ria. Apa kabar brother? ^_^

    Muhammad Ridwan yang aku kenal, selalu bisa menempatkan diri dengan baik dan sopan. Semoga segala doa dan harapan yang terselip pada namanya menjadi keberkahan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yess... La Ranta aman di kompi dan netbook ku

      Hapus
    2. alhamdulillah La-RanTa sudah bisa bersahabat dengan kompie yang manapun bund. kabar di sini baik baik saja. di sana gimana?

      sambung doa bund. semoga bisa terus apdet ...

      Hapus
  3. Ridwan itu bukannya nama Malaikat penjaga surga? Semoga menjadi penjaga kebaikan...

    BalasHapus
    Balasan
    1. benar, Ridwan memang nama malaikat penjaga surga. amin buat doanya...

      Hapus
  4. sepakat sekali dengan tulisan mas ridwan ini. seringkali merasa bersalah telah menyingkat nama panjangku menjadi "da-mae", tapi ketika orang senang mengucapnya, telebih mereka memaknai sebagai "damai", rupanya ada doa yang terselip disebalik nama itu. :)

    salam hangat, mas ridwan.
    lama saya tidak mampir kesini. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. salam hangat juga. indah juga bukan kalau dipanggil damai? semoga Damae selalu damai hidupnya... :)

      Hapus

.
..
Buktikan kunjungan kamu ke blog ini dengan meninggalkan komentar sebagai jejak kunjungan.
..
.