Jumat, 21 Desember 2012

Shirat! Novel yang Menggelincirkan Hati

"Aku beristghfar atas apa yang baru saja kudengar. Mereka menyelenggarakan tahlillan untukku. Menyelenggarakan tahlil untuk orang yang masih hidup...."
***
Akhirnya, terkabul juga keinginanku untuk bisa membaca novel yang satu ini. "Shirat! Meniti Titian yang Mudah Menggelincirkan". Dari judulnya saja, mampu untuk menggoda rasa penasaranku untuk menyimak keseluruhan isinya. Aroma relijiusnya terasa sekali hanya dengan melihat judulnya saja, pun kalau di sampul novel itu tidak tertulis kalau ini adalah sebuah novel religi.

Dalam benakku waktu itu, kalau memang benar shirat yang dimaksud oleh sang penulis adalah jembatan Shiratal Mustaqim, betapa beraninya sang penulis menjadikan kata ini sebagai judul novelnya. Bagaimana tidak, setiap umat Islam pastinya tahu apa itu jembatan Shiratal Mustaqim. Jembatan yang hanya ada saat pengadilan maha dahsyat kelak ini, tidak ada seorangpun yang tahu pasti bagaimana bentuknya, keadaanya, sifat- sifatnya, tapi sang penulis begitu berani menggunakan namanya, atau setidaknya kata yang mirip dengan namanya untuk dijadikan judul novelnya. Apa lagi saat melihat desain sampulnya yang menggambarkan seorang lelaki berpakaian biasa yang sedang hendak menyebrang jembatan. Rasa penasaranku makin bertambah. Apa sih yang bisa diceritakan penulisnya dalam novel ini? Toh dia juga manusia biasa bukan? Yang masih hidup dan belum pernah tentunya, melihat jembatan itu?
Novel ini diawali dengan keadaan sulit yang dihadapi oleh tokoh utamanya, seorang pria paruh usia berbadan tambun. Diceritakan dalam novel ini, pria tersebut adalah kader sebuah partai, anggota dewan yang terhormat negeri ini. Tokoh utamanya ini digambarkan sebagaimana kebanyakan penggambaran tokoh seorang anggota partai yang juga anggota dewan di negeri ini. Tak jauh dari agenda rapat, pergi kesana ke sini dan berusaha asyik dengan kehidupannya sendiri. Apa lagi, apapun yang dia mau, Rahmat, asisten pribadinya yang setia, selalu ada untuk melayaninya. Masalah terjadi saat tiba-tiba pesawat terbang yang ditumpangi Muhammad El Faridz, sang anggota dewan itu mengalami kecelakaan hebat. Seluruh penumpang dinyatakan tidak selamat, kecuali satu orang penumpang yang dinyatakan masih hidup.
Dokter memperkirakan kalau jasad gosong yang selamat itu adalah Muhammad El Faridz sendiri. Tapi tidak ada satupun tanda pengenal yang bisa memastikan kalau jasad itu adalah jasad milik sang anggota dewan yang terhormat. Mereka memang masih berspekulasi tetang siapa sebenarnya orang tersebut, tapi pengobatan dan pemulihan terus dilakukan untuk keselamatannya. Dokter-dokter terbaik didatangkan untuk hasil yang terbaik. Di sisi lain, tanpa ada seorangpun yang tahu, perjalanan lain sedang dimulai. Perjalanan yang dilakukan oleh Muhammad El Faridz sendiri!
Begitu seru mengikuti alur cerita yang disajikan dalam novel ini. Penuh dengan drama, perenungan, cinta, persahabatan, persaudaraan, ketaatan dan kerja keras. Begitu memotifasi kita sebagai pembaca untuk terus berjuang melalui setiap cobaan yang ada dalam hidup ini. Penggambaran yang di sajikan oleh penulisnya tentang jungkir balik kehidupan terasa begitu logis dan nyata. Penulisnya berhasil memberi gambaran cerita dengan alur yang menawan untuk menggambarkan betapa mudahnya kehidupan itu berputar balik seperti berputar baliknya telapak tangan. Sekarang jaya, besok bisa jadi manusia yang dipandang sebelah mata. Kehilangan, sifat tamak, lupa daratan, dan banyak hal lain digambarkan dengan begitu manusiawi dalam novel ini. Yang aku suka juga adalah, sang tokoh utama digambarkan sebagai manusia biasa juga. Yang punya dua sisi : baik dan buruk. Aku suka penggambaran semacam ini. Karena memang, tak ada manusia yang sempurna di muka bumi ini. Siapapun dia. Dengan karakter tokoh utama ang seperti itu juga, rasanya novel ini menjadi begitu dekat dengan realita kehidupan, dengan pembacanya sendiri.
Seperti penggambaran sang tokoh utama yang tak sempurna, maka tak lengkap rasanya kalau tidak membahas juga apa yang aku rasa kurang dari novel ini. Tak ada satupun yang sempurna bukan? Salah satunya adalah aku merasa jenuh saat membaca bagian yang menceritakan jalan cinta Faridz dengan wanita-wanita pujaan hatinya. Terlalu bertele-tele menurutku. Terlalu ditonjolkan. Aku kira, kalau bagian ini dipersingkat, dan lebih menonjolkan lagi bagian-bagian yang menggambarkan perjuangan hidupnya, novel ini akan semakin singkron antara judul dan alur ceritanya. Selebihnya, sulit rasanya mencari kelemahan dari novel ini. Rasanya apa yang ingin disampaikan oleh penulisnya bisa di sampaikan sengan baik.
Novel setebal 406 halama ini adalah salah satu novel yang bisa aku rekomendasikan untuk pembaca yang suka fiksi-fiksi islami, juga bagi mereka yang mencari pencari bacaan-bacaan pembangun jiwa. Novel yang cetakan pertamanya dilakukan di bulan Februari 2011 ini harusnya bisa menjadi koleksi pribadi yang membanggakan (sayangnya saya mendapat bukunya dari peminjaman di sebuah TBM, jadi belum bisa mengoleksinya secara pribadi). Jadi penasaran novel seperti apa lagi yang akan di sajikan seorang Riyanto el-Harist berikutnya.

Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone






11 komentar:

  1. Oh ini tentang Review buku ya..., jika suatu saat aku punya buku ingin rasanya direview sama pemilik La-Ranta..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Siap kang, pastinya dengan senang hati aku akan me review bukunya. Aku tunggu yak ....

      Hapus
  2. Review yang sangat menarik nih, sukses bikin aku ingin segera ke toko buku untuk mencarinya. Tapi 406 halaman? Pasti mahal donk harganya.... gimana kalo dipinjemkan ke saya sebentar mas Rd bukunya? Hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau menurut komentar dari penulisnya harganya relatif murah mbak AA, ayo diburu ...

      Hapus
  3. wah, jadi penasaran ingin baca novel yang ini.. ^^

    BalasHapus
  4. Asyiiikkk... ada La Ranta lagi...
    Mas-mas satu ini pinter bener yaak promoin novel... Kayak mbak Alaika jadi penasaran...
    Habis dari mbak Alaika aku pinjem ya mas...
    wkwkwk...

    BalasHapus
    Balasan
    1. mau.. mau.. pinjem!
      aku dulu ya bundaaaa... boleh khaan.. :D

      Hapus
  5. Alhamdulillah... ada yg mau bikin esensi juga yaa, padahal sudah terlewat dua tahun... sejatinya novel ini dwilogi mas ridwan, hanya yang kedua masih saya simpan untuk waktu yang pas... maaf kalau ada bagian2 yg hilang dari alur ceritanya, tapi terlepas dari semua itu, ini ulasan yang bagus sekali... lebih bagus dari undangan alumni ESQ yang mengatakan bahwa novel ini sama dengan mata ajar mereka, yakni vision... sekali lagi terima kasih banyak buat resensinya. Buat yg belum baca sialhakan pinjem, yg ingin mengoleksi silahkan search di google, sepertinya sudah didiscon harganya tuh... cuma 40 rb-an.... salam hangat untuk semuanya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. waah.. ini toh pengarangnya. salam kenal ya Om.. :)

      btw bang ridwan selamat ya jadi team advertised nya om El-Harist.
      ayo bang ridwan novelnya dibukukan juga, insya Alloh nanti diresensi ama Liyan, :D :D

      Hapus
    2. kang harist : sukurlah kalau resensi yang saya bikin berkenan di hati penulisnya, jadi seneng rasanya. saya tunggu terbitnya buku berikutnya kang. pasti tidak kalah serunya...

      liyan : bukan tim advertisenya, sekedar pengen aja meresensi buku yang menakjubkan ini. amin juga semoga bisa cepat aku menerbitkan bukuku....

      Hapus

.
..
Buktikan kunjungan kamu ke blog ini dengan meninggalkan komentar sebagai jejak kunjungan.
..
.