Si korban
akhirnya bisa kami jumpai dan minta datang ke polsek tempat masalah itu akan di
selesaikan. Tapi pembicaraan sepertinya tidak semulus apa yang ada dalam bayanganku. Benturan-benturan
kepentingan bercampur dengan egoisme yang menyengat, membuat semua jalan
sepertinya buntu. Hari itu, kami tidak bisa mendapatkan jalan keluar untuk
menyelesaikan masalah yang kami hadapi.
Beban dalam
pikiranku bertambah. Bukan hanya tentang bagaimana menyelesaikan masalah ini
dengan baik, tapi bagaimana caranya kami bisa menepati amanah dari custumer
kami untuk mengantarkan Fair Lady tepat waktu. Karena dengan berlarut larutnya
masalah ini, berarti semakin lama juga Fair Lady dan unit towing kami tertahan
disini. Sementara itu, deadline waktu pengantaran Fair Lady sudah semakin dekat
pula. Pameran yang akan melibatkannya, tinggal hitungan jam saja. Aku resah,
semua terasa serba mendesak, sedang di sini tidak ada perkembangan yang
berarti.
Seandainya
Fair Lady tidak bisa kami antarkan tepat waktu, bukan hanya kerugian secara
finansial yang akan kami alami, tapi juga nama baik perusahaan yang sudah kami
bangun bertahun tahun lamanya akan tercoreng hanya dalam hitungan jam saja.
Koordinasi dengan kantor pusat terus aku usahakan. Mencari kemungkinan
kemungkinan terbaik yang bisa kami lakukan untuk memperkecil kerugian yang
mungkin akan kami alami. Sementara itu, custumer mulai mengendus ada yang tidak
beres dengan pengiriman mobilnya. Mereka mulai menelpon kami hampir setiap jam,
dan setiap itu pula kami harus berusaha mencari alasan untuk menenangkan
mereka. tapi sampai kapan kami bisa bertahan dalam keadaan begini? Rasa
frustasi mulai menghinggapi dadaku. Begitu berat.
Dalam
bayangan cermin, aku bisa dengan jelas melihat wajahku yang semakin saat
semakin layu saja. Aku sadar aku butuh sesuatu untuk menyegarkan pikiranku
lagi. Tapi dengan apa? Yang ada adalah keadaan yang semakin menekan saja. Aku
tak bisa mandi selama ini, tidak ada air untuk menyegarkan badan, tidak ada
satupun yang bisa meringankan pikiranku kecuali aku masih yakin bagaimanapun,
seberat apapun, masalah pasti akan berlalu. Kata pepatah, saat satu pintu
tertutup, pintu lain akan terbuka. ALLAH berfirman bahwa tidak akan di bebankan
sebuah masalah kepada hambanya yang melebihi batas kemampuan hambanya itu.
***
Hari
berikutnya satu kabar baik kembali aku terima. Satu unit towing kami yang lain
sedang mengarah ke tempat kami dan akan tiba dengan waktu yang secepat
cepatnya. Aku bisa bernafas sedikit lega. Setidaknya, akan ada harapan bahwa
Fair Lady akan tiba di tempat tujuannya tepat waktu. Sementara itu juga, satu
beban lagi untuk menggu Fair Lady 24 jam akan berkurang.
Custumer kami
yang sudah tahu keadaan yang sebenarnya, tiba pada dini hari yang masih gelap
tepat di hari di mana harusnya towing bantuan datang. Semua seperti sudah
diatur dengan rapi oleh yang Maha Pengatur. Aku mendesah bersukur. Satu demi
satu akhirnya beban yang ada di pundakku berkurang.
Siang yang
terik bantuan itu datang. Fair Lady pindah dari towing lama ke towing bantuan.
Dua jam kemudan, Fair Lady berlalu, membawa sebagian penat ini bersamanya.
“Fair Lady
sudah di berangkatkan ke Jakarta, bu. Kalau tepat waktu, Fair Lady akan tiba
dini hari sebelum pameran di mulai.” Aku laporkan keadaan yang melegakan itu
pada manajer utama kami. Kami semua berucap sukur pada semua pertolonganNYA.
Aku semakin yakin, bahwa sebenarnya pertolonganNYA itu begitu dekat, kadang
tanpa dimintapun pertologan itu akan datang dengan cara yang unik sekalipun.
Semua kemudian kembali pada kita, apakah kita akan bersukur atau tidak atas
segala kemurahanNYA itu. Sekali lagi, semua kembali pada pribadi kita masing
masing.
Lalu, apakah
semua masalah berakhir di sini?
***
Fair Lady
memang sudah diamankan, tapi bukan berarti masalah sudah sepenuhnya berakhir.
Unit towing kami masih ada di sini, masih tertahan sebagai barang bukti di
kantor polsek. Beban berat masih menggantung di pundakku ketika sekali lagi
pembicaraan kami berakhir di jalan buntu.
Keadaan
memang sudah tidak sepenuhnya lagi semencekam kemarin. Aku tidak lagi tinggal
di musolah polsek, kami menyewa satu kamar hotel kecil di pinggiran kota untuk
sekedar bernaung, berfikir, dan yang lebih penting lagi, kami bisa membersihkan
tubuh kami yang sudah beberapa hari ini tidak tersentuh air sedikitpun. Hanya
pakaian kami yang sama sekali tidak bisa kami ganti. Satu-satunya baju yang aku
bawa adalah baju yang saat itu melekat di tubuhku. Bisa dibayangkan betapa
gatal dan lengketnya.
Hari masih
terus berlalu, usaha masih terus kami upayakan. Hingga hari itu, di satu Jum’at
yang terik, aku melangkahkan kaki ke arah masjid untuk menunaikan kewajibanku
sebagai lekaki muslim. Walau belum pernah aku membayangkan sekalipun dalam
hidupku, kalau aku akan melangkahkan kakiku sekalipun ke ‘rumahNYA’ dalam
keadaan seperti ini. Dekil, jorok, dengan baju yang sudah hampir seminggu tidak
ternganti dengan yang lebih bersih. Aku tidak lagi perduli bagaimana tanggapan
orang orang di sekelilingku, yang ada dalam pikiranku adalah bahwa aku harus
melaksanakan kewajibanku. Itu saja. Tak ada yang lain selain memenuhi
panggilanNYA.
Dalam hati
ini aku merasa begitu kotor. Bukan hanya kotor oleh semua kotoran yang melekat
di pakaian dan badanku, tapi juga kotor rasanya seluruh jiwa ini. Begitu hina
rasanya aku saat itu, hingga Tuhanpun menjalankan aku ke ‘rumahNYA’ dalam keadaan
sehina ini. Dengan bau yang mengusik orang di sekelilingku, dengan tubuh letih
dan kuyu serta beban berat yang terus menggelayut di pundakku, menekan letih
jiwa itu terus bertambah. Aku mendesah, aku menghela nafas panjang yang berat
mengingat semua yang terjadi. Sempat terlintas dalam pikiranku, apakah ini
teguran keras dariNYA atas segela yang aku lakukan selama ini?
Usai solat
Jum’at, aku sempatkan sejenak bermunajad kepadaNYA. Meminta maaf atas segala
ketololan yang pernah aku lakukan, memohon ampun untuk setiap saat yang aku
lalui di lumpur kehinaan. Tak lupa juga aku mohon dengan sangat kepadaNYA untuk membantu kami menghadapi masa
masa sulit ini. Aku berkata kepadaNYA kalau aku ingin pulang, ingin segera
membersihkan diri ini, bukan hanya dari kotoran yang melekat di badan, tapi
juga dari seluruh lumpur kehinaan yang telah lama berkubang dalam jiwa lusuh
ini. Aku memohon kepadaNYA dengan sangat, dengan ketulusan hati yang aku bisa,
dengan menghadirkan seluruh pengharapan yang aku mampu, dan aku yakin, ALLAH
tidak pernah tidur, ALLAH akan selalu mengabulkan doa hambanya.
قَالَ رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي. وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي. وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِي. يَفْقَهُوا قَوْلِي.
RABBISYAH LII SHADRII, WAYASSIRLII AMRII, WAHLUL ‘UQDATAN MILLISAANI YAFQAHUU QAULI.
“Ya Allah ya Tuhanku! Lapangkanlah untukku dadaku dan mudahkanlah untukku urusanku dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mengerti perkataanku”. (Doa Nabi Musa AS dalam QS. Thaha 25-28)
***
Jum’at malam,
tiba tiba saja semua pintu yang awalnya tertutup itu seakan membuka dengan
mudahnya. Seperti mudahnya daun kering yang gugur oleh angin yang berhembuh
perlahan. Tiba-tiba saja negoisasi berjalan seperti kereta di atas rel, seperti
air dalam selang. Lancar tanpa hambatan.
Sabtu pagi
kami bertemu lagi, membicarakan masalah ini untuk penyelesaiannya. Aku heran
ketika semua berjalan begitu lancar. Sampai akhirnya di sabtu siang, nota
kesepemahaman penyelesaian masalah itu kami tanda tangani dan kami bisa pulang
dengan tenang.
Tubuhku bergidik
di sepanjang jalan yang aku lalui dalam perjalanan pulang menuju Surabaya. Pikiranku
seakan tidak pernah menjangkau apa yang telah terjadi. Mulanya masalah ini
berjalan begitu sulitnya, butuh beberapa hari hingga Jum’at siang tapi semua
berjalan seperti tidak akan pernah berakhir. Tapi mengapa di Jum’at malam dan
Sabtu siang semua masalah ini berakhir dengan cepat seperti tidak ada apa apa
sebelumnya? Apakah ini jawaban atas doa yang aku panjatkan? Doa yang aku
panjatkan dalam keadaan yang begitu dekil? Aku begidik, hati ini sahdu
bertasbih memujinya, mengucapkan segala terimakasih yang tak terhingga kehadiratNYA
atas segala pertolongan yang telah ALLAH berikan.
Bukan diri
ini aku merasa begitu bersih setelahnya, tapi merasa semakin kotor mengingat
semua yang terjadi. Aku semakin sadar kalau Tuhan itu begitu dekat dengan kita,
begitu mengerti kita, selalu memberikan apa yang kita butuhkan. Tapi mengapa
setiap saat kita selalu berbuat nista yang tak lain hanya menambahkan kenistaan
diri sendiri dan tidak pernah sekalipun akan mengurangi kemulianNYA. Doaku yang
aku panjatkan dalam keadaan sedekil itupun dikabulkanNYA, bagaimana lagi kalau
aku berdoa dalam keadaan yang di sukai ALLAH?
Aku bergidik
saat aku sadar, sampai saat ini aku masih dalam kubangan maksiat. Ya ALLAH,
maafkan dosa kami ….
sumber gambar :dari sini
KEREN !!!! :))
BalasHapusbintang lima deh kak...
makasih sudah berkunjung dan menyimak .... :)
HapusDedikasi mas Ridwan pada pekerjaan mantep deh. Itu artinya menjalankan tanggung jawab dengan baik. Berada di polsek berhari2 dengan tanpa perbekalan pasti amat meresahkan.
BalasHapusKetakwaan pada Allah dan yakin akan pertolongan Allah akhirnya membawa ke sebuah penyelesaian yang memuaskan kedua belah pihak. Luar biasa Tangan Allah Bekerja ya mas...
Komen disini dulu ah baru mundur ke belakang...
Namanya juga tanggung jawab bund, bagaimanapun harus diselesaikan bukan? :)
HapusMemang pertolonganNYA begitu dekat bund ...
pada Hakekatnya orang yang merasa dirinya bersih adalah orang yang benar2 kotor.
BalasHapustapi orang yang merasa dirinya kotor dan nista di mata Allah maka akan diangkat derajadnya dan dibersihkan hatinya...
tetap jaga hati kang..
naaahh... komen begini kan enak... pinter....:)
HapusKang Insan : bener banget kang. Semoga kita termasuk orang2 yang bisa menjaga hati yak ....
HapusBunda : kang Insan udah pinyer dari dulu kali .... :D
Aslinya memang begitu... sudah pinter dari dulu... cuma suka belaga ga pinternya itu lho yang nyebelin..
HapusWagagagagagagaga, gakk ikut-ikutan, takut kena jitak ....
Hapusdatang sambil siul-siul....
HapusTwo thumbs deh buat mas Ridwan :D
BalasHapusmakasih sudah berkunjung, menyimak dan meninggalkan jejak di sini .... :)
Hapussubhanalloh.... T_T
BalasHapusbukannya aku cengeng.. tapi serpihan kisah nyata kehidupan yang dilaui bang ridwan ini sangat mengharukan. bukan atas kesulitannya melalui cobaan, tapi atas ketegaran dan keberanian melakukan hal yang benar. bermula dari mencari yang jadi korban... hingga akhirnya berkorban demi hal tersebut.
terimakasih telah membagikan kisah ini.
tak ada kekuatan dan pertolongan selain dari ALLAH semata. Dialah tempat bergantung semua mahluk yang lemah seperti aku ini. makasih juga sudah mau berkunjung, menyimak dan meninggalkan jejak ....
HapusAllah Swt telah berjanji untuk mengabulkan doa hamba_NYA yang sungguh-sungguh penuh harap dan tak tergesa-gesa.Pengabulan doa itu bisa persis sama yang kita minta atau dalam bentuk lain yang pas untuk kebaikan kita, sekarang juga atau ditunda.
BalasHapusNamun sebaiknya kita juga introspeksi agar jangan hanya minta melulu sementara perintahNYA tak dilaksanakan, larangan-NYA tak dipatuhi serta jauh dari NYA.
Semoga kita semakin hari semakin baik.
Terima kasih kisahnya yang bermanfaat
Salam hangat dari Galaxi
bener sekali kata pak dhe. moga kita makin baik dari hari kehari ya pak dhe....
HapusAbis baca kisah ini..ampe susah komen saya kang... campur aduk rasanya..anatara takjub sama tulisan nya kang ridwan, merenung dengan hikmah ceritanya..pokoe campur aduk kaya gado-gado deket stasiun gubeng #ehh..
BalasHapusaniwei...ajarin saya nulis kang :D #simple request kan ? :)
saja sependapatan mas *saking bingungnya mau komentar apa* :D
Hapus@kang ratodi : wah, enak tuh makan gado gado kang... :)
Hapuskalau aku ngajari kang ratodi nulis itu sama saja namanya aku menggarami samudra. mana bisa kang.... :)
@banyu : nah itu sudah berkomentar....