Sabtu, 26 Juli 2014

Pulang (2) : Naik Apa

Setelah berpamitan untuk resign, hal selanjutnya adalah memikirkan bagaimana aku pulang. Ada beberapa moda transportasi yang bisa aku gunakan. Bisa dengan pesawat, kereta api, atau bus. Hmmm, tahukah kalian bagaimana melafalkan nama moda transportasi yang satu ini? "Bus" dibaca "bis", "bes", "bas", atau "bus"?

Aku sudah pernah pulang kampung dengan kereta api. Tiketnya lumayan untuk kereta kelas eksekutif. Waktu itu, aku ingat saat mencari tiket kereta api secara online untuk pulang kampung harganya tidak jauh berbeda dengan tiket pesawat terbang yang paling murah. Jadi apa salahnya kalau sekarang aku mencoba bagaimana enaknya naik pesawat terbang.

Di bulan maret aku mulai browsing mencari tiket untuk keberangkatan paling cepat tanggal 20 juli. Betapa terkejutnya aku saat itu. Tiket pesawat untuk semua jurusan pada tanggal diatas 20 Juli naik dua kali lipat dari hari biasanya! Padahal untuk tiket dihari sebelumnya, tanggal 19 dan sebelumnya, tiket masih berkisar di harga normal. Aku mencoba semua maskapai dan hasilnya sama. Ini gila!

Oke, untuk meredakan keterkejutanku aku memcoba untuk melirik tiket kereta. Sayangnya tiket kereta untuk tanggal 20 Juli dan setelahnya belum bisa aku akses. Hal ini karena pemesanan tiket kereta baru bisa dilakukan h-90. Itu berarti aku baru bisa melihat daftar harga sekaligus melakukan pemesanan bulan depan. Ok, tidak masalah. Aku bisa menunggu. Setidaknya aku juga mendapatkan informasi dari jalur resmi kereta api bahwa harga tiket tidak ada kenaikan saat mendekati lebaran. Ini cukup melegakan.

Kalian pasti bertanya mengapa aku tidak mencoba mencari tiket bus untuk pulang kampung. Sebenarnya ada beberapa alasan mengapa aku tidak suka naik bus. Yang pertama adalah karena diantara ketiga moda transportasi itu, buslah yang paling lama perjalanannya. Pesawat terbang bisa sampai ke Surabaya dalam waktu satu jam, kereta api maksimal sepuluh jam, sedangkan bus memerlukan waktu minimal delapan belas jam. Hal ini diperparah dengan alasan kedua. Kalau macet, bus bisa memerlukan waktu lebih lama lagi. Bisa sampai tiga puluh jam. Kalian bisa bayangkan itu?

Alasan ketiga adalah bus yang dimataku seperti kapsul pembunuh. Kalian pernah lihat bus antar profinsi yang bergerak cepat seperti anak panah yang dilepas dari busurnya? Bus juga salah satu alat transportasi yang sering mengalami kecelakaan. Kecelakaan bus biasanya disebabkan oleh kelalaian supirnya. Mulai dari supir mengantuk, tidak taat rambu-rambu lalu lintas, sampai mengebut karena berbagai alasan. Jadi aku katakan tidak untuk bus.

Alasan selanjutnya adalah karena banyak PO yang bermasalah. Masalah itu bisa dari unit kendaraan yang memang tidak layak untuk perjalanan jauh, pelayanan yang tidak memuaskan untuk perjalanan jauh, sampai adanya tiket yang dipalsukan. Jadi, sekali lagi tidak untuk bus.

Saat aku punya banyak alasan untuk menolak bus untuk perjalanan jarak jauh, dan tiket pesawat yang melambung tinggi, maka kereta api jadi pilihan satu satunya. Aku akan bersabar selama satu bulan untuk menunggu H-90 itu hadir.

O ya. Kalau kalian mau tahu, "bus" tetap dibaca "bus". Karena bahasa Indonesia itu menganut ejaan yang sama pengucapannya dengan penulisannya. Seperti "masjid" yang tetap dibaca "masjid", bukan "mesjid". Seperti juga "Indonesia" yang tetap dibaca sebagaimana tulisannya. Bukan "Endonesah" atau yang sejenisnya.

Bersambung....

1 komentar:

  1. Very interesting blog. A lot of blogs I see these days don't really provide anything that attract others, but I'm most definitely interested in this one. Just thought that I would post and let you know.

    BalasHapus

.
..
Buktikan kunjungan kamu ke blog ini dengan meninggalkan komentar sebagai jejak kunjungan.
..
.