Senin, 20 Oktober 2014

Tuhan, Aku Minta Tujuh Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah Tunai

Suatu malam, seorang teman memintaku datang menemuinya di 'tempat biasa'. 

"Ada yang ingin aku bicarakan," katanya. "Ini penting. Makanya kamu harus datang."

Apa yang sekiranya begitu penting dan belum pernah dia ceritakan padaku? Sahabat baiknya yang hampir tiap malam bertemu? Itulah yang membuat aku penasaran. Dia mungkin seorang pemendam rahasia yang ulung, tapi biasanya tidak padaku. Apa yang terjadi padanya, seperti lebaran buku harian yang selalu terbuka untuk aku baca.

"Jadi ada apa?" Tanyaku, penasaran.

"Ini tentang keimanan, tentang seberapa kamu yakin akan doamu. Seberapa yakin kamu sedang berbicara padaNya saat berdoa."

Aku memandangnya lurus pada kedua bola matanya.  Mencari teka teki yang dia sembunyikan di sana. biasanya, bila dia berbohong, aku akan segera menemukan kejanggalan itu. Namun kali ini tidak, dia sedang serius.

"Oke," jawabku. "Jadi apa yang mau kamu ceritakan?"

"Kamu ingat saat dua bulan yang lalu aku bilang ke kamu kalau aku pengen sepeda motor baru?"

"Ya, terus?"

"Aku sudah dapat. Diam dan dengarkan saja sampai aku selesai. Setelah itu kamu baru boleh komen."

Aku mengangguk mengiyakan.

"Dua bulan yang lalu aku berencana untuk ambil kredit sepeda motor baru. Kamu tahu  itu. Kamu juga pasti masih ingat saat aku mondar mandir kesana ke sini cari info tentang kredit sepeda motor. Semua jawaban sama. Uang muka rata-rata dua juta rupiah dengan angsuran perbulan sekitar lima ratus lima puluh ribu rupiah. Setelah aku hitung hitung, ternyata aku baru bisa angsur motor itu awal bulan ini. benar? Kamu juga pasti ingat kalau alasannya adalah uangku masih ada di orang. Ada sejumlah satu juta tiga ratus ribu rupiah uangku yang sedang dipinjam orang. Kalau semua uang itu bisa aku tarik, maka aku masih punya kekurangan tujuh ratus ribu rupiah untuk uang mukanya. Itu bisa aku tutup dengan gajianku bulan berikutnya.
Oke, kawan. Kamu tahu itu rencana yang sempurna.

Rencana yang sempurna. Ya, untuk ukuran kepala manusia itu sempurna. Secara matematika itu sempurna. Tapi apakah Tuhan juga memberikan jalan agar rencana sempurna itu bisa berjalan? Akui tidak melupakanNya. Aku ajukan proposal rencana sempurnaku itu padaNya saat aku berdoa. Memohon kepadaNya untuk kelancaran kembalinya uangku dan meminta padaNya tujuh ratus ribu rupiah untuk menggenapinya. Begitu kira kira.

Apakah Dia mengiakan proposal sempurnaku?

Ternyata tidak. Dia berkehendak beda, kawan. Rencana sempurnaku hanya jadi rencana sempurna di atas kertas. Ketika aku tagih di orang pertama, dia hanya mampu mencicil yang separuhnya. Yang separuhnya lagi dia akan bayarkan bulan depannya. Oke. Aku bisa terima. Toh kita memberi pinjaman bukan untuk menambah berat beban peminjamnya bukan? Aku bisa tolerir, dengan konsekwensi aku harus mengundur jadwal pengambilan kreditku. Bukan masalah besar.

Orang kedua memberi berita yang mengejutkan. Kamu pasti tahu siapa dia. Dia teman kita juga. Kamu tahu kan dia baru saja kena PHK? Bagaimana aku bisa menagih hutangnya? Untuk makan saja dia masih harus berfikir keras sekarang. Bukan masalahnya pada dia teman kita, kawan, kamu pasti tahu itu. Tapi lebih pada masalah kemanusiaan. Memberi kesempatan kedua pada seorang manusia aku pikir adalah cara yang sangat manusiawi untuk memanusiakan seorang manusia. Halah! Bahasaku sudah seperti pujangga saja.

Hanya itu intinya. Bagaimana kita akan menagih hutang pada orang yang belum tahu besok akan makan apa. Oke kawan. Satu harapan pupus. Itu berarti satu bulan lebih lama lagi untuk menggumpullkan uang buat uang muka. Oke, aku terima. Aku pasrah.

Kabar beda lagi aku dapat dari orang ketiga. Yang terakhir. Kamu tahu? dia sudah menghilang entah kemana. Bagaimana uangku itu bisa aku tagih kalau empunya saja aku tak tahu ada di mana. Saat itu aku berteriak. OKE...!! AKU PASRAH...!!

Aku pasrah pada keadaan. Aku pasrah pada pembuat hidup dan pembuat skenario kehidupan ini. Dan seperti biasa, seperti awalnya dulu, aku kebalikan semuanya padaNya. Aku kembalikan keputusan dan skenario hidup ini padaNya. Proposalku yang sempurna ternyata tidak sempurna bagiNya. Saat itu, aku hanya bisa berkata lirih dalam hatiku.

Oke, Tuhan, aku pasrah, aku ikut semua skenariomu. Engkaulah yang lebih tahu apa yang lebih baik untukku saat ini. Tapi sungguh, aku ingin motor baru.

Dan kamu tahu bagaimana Tuhan menjawab doaku? Aku di pertemukannya dengan kawan lama, tak lama setelahnya. Teman lama kita itu. Lewat obrolan menjelang tengah malamlah jalan itu dibuka. Berawal dari dia, kemudian diteruskan pada temannya lagi. Kemudian pada temannya lagi dan pada orang yang bahkan belum aku kenal. Tahu wajahnya saja aku tidak.

Lewat mereka itu aku di perkenankan untuk bisa kredit motor baru dengan uang muka yang super ringan. Hanya tujuh ratus lima puluh ribu rupiah saja. Kamu dengar? Kredit motor baruku itu cuma tujuh ratus lima puluh ribu rupiah. Dengan uang cicilan perbulan lebih ringan dari lima ratus lima puluh ribu rupiah. Kalau tujuh ratus lima puluh ribu rupiah saja, bisa aku sisihkan dari gajianku satu bulan. Kamu tahu itu.

Jadi begitulah kawan. Malam ini motor itu sudah ditanganku. Dengan dimudahkan juga proses administrasinya. Awalnya aku memang merasa aku sudah punya satu juta tiga ratus ribu rupiah untuk uang muka motor. Akan genap dua juta bila ditambahkan tujuh ratus lima puluh ribu rupiah. Kemudian aku putus asa dengan semua keadaan ini. Saat aku serahkan semua kembali padaNya. Jalan lain yang bahkan tidak pernah aku bayangkan terbuka lebar.

Oke. Itu ceritaku. Mungkin kamu anggap ini lebay. Tapi aku tidak. Aku yakin, kejadian sekecil apapun pasti ada hikmahnya. Ada peranNya."

Dia mengakhiri ceritanya di sana. Aku hanya bisa diam di sampingnya. Mencerna ceritanya. Kemudian, dalam hati terkecilku aku bisikkan sebaris doa, sebaris harapan yang aku ucapkan dari lubuk hati terdalam. Di telingaku, masih bening terdengar sebaris kalimat itu.

Ini tentang keimanan, tentang seberapa kamu yakin akan doamu. Seberapa yakin kamu sedang berbicara padaNya saat berdoa.


Terimakasih Tuhan, Engkau perkenankan aku untuk mendengar satu kisah sederhana ini.

6 komentar:

  1. God Always Work in A Misterious Ways,,ntu kata orang2 bule sono kang... 750 ribu yang datang dari arah2 yang tak terduga2 itu bisa dimaknai ganda..sebagai rejeki, atau sebagai ujian.... atau sebagai ke dua2nya... Matematika Tuhan emang jauh beda ng tak terjangkau dibanding Matematika manusia...

    BalasHapus
  2. Kalo kata Sujiwotedjo sih "Tuhan emang Maha Asyikk..." Jalan yang gak pernah kita sangka akan di lalui, justru malah memudahkan semuanya

    BalasHapus
  3. Barakallohu fiikum, nang. Semoga keimanan kita makin bertambah

    BalasHapus
  4. assalaamu'alaikum....
    halo halooooo

    BalasHapus
  5. Bila yakin, maka ada saja jalannya ya, Mas, meski jalan itu sama sekali di luar perkiraan kita sebelumnya.

    BalasHapus

.
..
Buktikan kunjungan kamu ke blog ini dengan meninggalkan komentar sebagai jejak kunjungan.
..
.