“What’s in a name? That which we call a rose by any other name would smell as sweet.”
(Apalah arti sebuah nama? Andaikata kamu memberikan nama lain untuk bunga mawar, ia tetap akan berbau wangi)
Indah sekali, dan memang itu
benar adanya menurutku. Shakespeare tidak salah dalam pernyataannya. Toh ketika
kenyataannya kita menyebut mawar dan orang inggris menyebutnya rose, dia tetap
bunga yang indah dan menawan. Tak pernah ada dia berubah karena penyebutan nama
yang berbeda. Seperti melati, jasmine, malateh atau apapun untuk menyebutkan
bunga kecil berwarna putih yang memikat. Dia akan tetap begitu, akan tetap
bermahkota bintang dengan aroma yang menggoda.
Walaupun begitu, mungkin
Shakespeare melupakan satu hal mendasar yang lain. Nama yang melekat pada sutu
benda, kemudian menjadi identitas untuk benda tersebut. Sebut saja seperti
mawar yang kemudian disebut bangkai. Apa yang kemudian terkesan dalam diri
kita? Kita tidak dapat menerimanya bukan? Ya, menurutku, karena saat kata itu
dibentuk, sebuah nama diciptakan untuk pertama kaliya oleh pembentuk bahasa
pertama kali, maka nama itu akan melekat
pada benda tersebut sampai kapanpun.
Contoh yang lain adalah sampai
sekarang tidak ada orang yang rela menamai anaknya Firaun, Latta, Uzza, atau
Qorun. Nama nama itu mungkin juga nama manusia, tapi apa yang terkandung di
balik nama itulah yang membuat tak seroangpun yang rela memakainya. Jadi,
berarti atau tidakkah sebuah nama itu?
Aku bersyukur diberi nama yang
indah oleh kedua orang tuaku. Seperti yang pernah aku kisahkan pada posting
yang lain, salah satu nama ‘resmi’ yang pernah diberikan kedua orang tuaku
adalah Muhammad Ridwan. Aku suka menggunakan nama itu. Nama yang mempunyai arti
yang sangat indah. Dalam beberapa literatur Muhammad sendiri berarti orang yang
terpuji, sedangkan Ridwan diartikan sebagai keridhaan atau kerelaan. Ridwan dalam
ajaran Islam juga dikenal sebagai malaikat penjaga surga, salah satu ciptaanNya
yang diberi keistimewaan untuk dekat dengan orang orang beriman kelak. Betapa bangganya
aku mempunyai nama seindah itu.
Saat berkenalan dengan orang
lain, aku terbiasa menggunakan namaku yang umum dikenal di tempat aku tinggal. Pada
suatu tempat, aku mungkin akan memperkenalkan diri sebagai Ridwan, atau namaku
yang lain. Tak jadi masalah. Bagiku sama saja. Namun sampai saat ini aku belum
pernah memperkenalkan diriku dengan nama Muhammad.
Mengapa?
Karena aku merasa belum pantas
untuk menggunakannya. Nama itu bagiku terlalu agung untuk disematkan
dipundakku. Terlalu tinggi untuk menandai aku yang masih diliputi dengan banyak
dosa dan kehinaan.
Muhammad. Nama itu mengacu pada
sesosok manusia yang waskita. Manusia agung pilihan Tuhan. Manusia yang
dimuliakan oleh Tuhan sendiri. Nama itu, disematkan pada manusia yang dipilih
Tuhan karena kemuliaan akhlaknya. Manusia yang tiada tandingannya. Sedangkan aku?
Aku bahkan tak berani
membandingkan diri dengan Beliau yang agung. Maka itu aku tak pernah
memperkenalkan diri sebagai Muhammad. Aku merasa aku belum bisa menjadi orang
yang terpuji itu. Aku masih belajar untuk menjadi seorang Ridwan, yang ridha
dan rela. Belajar untuk menerima dan rela dengan segala yang ditetapkanNya atas
garis nasibku.
Ketika ada orang yang memanggilku
dengan nama lengkapku, Muhammad Ridwan, dalam hati aku selalu berdoa. Semoga suatu
saat nanti aku diizinkanNya untuk bisa menjadi refleksi dari namaku sendiri. Menjadi
orang yang terpuji bukan saja dimata manusia, tapi juga di hadapannya. Menjadi orang
yang rela atas segala yang ditetapkanNya dalam hidupku. Bukan juga maksud hati
untuk memuliakan diri sendiri, tapi
berusaha kearah yang lebih baik adalah sebuah keharusan, bukan?
Walkers, aku yakin dalam setiap
nama yang disematkan pada diri kita punya makna yang luar biasa. Sadarkah kita
kalau setiap kali nama kita disebut ada doa yang ditujukan pada kita?
may name is Taufiq ^_^
BalasHapusiya mas, terkadang kita juga merasa "beban" atas nama yg kita sandang meski orang tua tentunya berharap yg baik dari nama yg diberikan kepada anaknya. Makanya biasanya ketika ada orang dg nama yg bisa dikatakan Islami tapi kelakuan maksiati bin parahi, itu jadi omongan,"namanya aja yg baik tapi kelakuannya buruk"
maka itu kang, semoga kita bisa menjadi sebaik yang mereka harapkan...
HapusKalau La Ranta rajin update, bakalan jadi blog yang aku tunggu kisah-kisahnya. Selalu suka dengan cara mas Ridwan bertutur. Beberapa hari tak bersapa ria. Apa kabar brother? ^_^
BalasHapusMuhammad Ridwan yang aku kenal, selalu bisa menempatkan diri dengan baik dan sopan. Semoga segala doa dan harapan yang terselip pada namanya menjadi keberkahan.
Yess... La Ranta aman di kompi dan netbook ku
Hapusalhamdulillah La-RanTa sudah bisa bersahabat dengan kompie yang manapun bund. kabar di sini baik baik saja. di sana gimana?
Hapussambung doa bund. semoga bisa terus apdet ...
Ridwan itu bukannya nama Malaikat penjaga surga? Semoga menjadi penjaga kebaikan...
BalasHapusbenar, Ridwan memang nama malaikat penjaga surga. amin buat doanya...
Hapussepakat sekali dengan tulisan mas ridwan ini. seringkali merasa bersalah telah menyingkat nama panjangku menjadi "da-mae", tapi ketika orang senang mengucapnya, telebih mereka memaknai sebagai "damai", rupanya ada doa yang terselip disebalik nama itu. :)
BalasHapussalam hangat, mas ridwan.
lama saya tidak mampir kesini. :)
salam hangat juga. indah juga bukan kalau dipanggil damai? semoga Damae selalu damai hidupnya... :)
Hapus