Miris!
Itu kata
pertama yang ingin aku ungkapkan tentang film ini. Sepanjang film berdurasi
lebih dari satu jam ini tak henti hentinya aku merasa geram, kemudian sedih,
bercampur kemudian dengan keharuan. Aku jarang sekali membuat poting (bahkan
hampir tak pernah) untuk sebuah film yang aku tonton. Kali ini rasanya beda. Ada
satu hal dalam diriku yang memintaku untuk menuliskan ini di La-RanTa dan
berbagi dengan kalian. Meskipun ini adalah film lawas, tapi tidak ada salahnya
mengupasnya disini.
7 Hati 7
Cinta 7 Wanita adalah Film apik yang
menggambarkan seorang tokoh sentral beranama dr. Kartini (Jajag C. Noer). Dia adalah
seorang dokter kandungan yang mau tidak mau harus juga larut dalam kisah hidup enam
pasiennya. Dengan latar belakang berbeda yang kental sekali untuk setiap
karakternya, menjadikan film ini penuh warna. Namun begitu, dengan satu nuansa
yang sama, wanita dengan pemahaman cintanya masing masing. Sebenarnya karakter
dr. Kartini sendiri bukan karakter tanpa masalah. Dia yang menjadi tokoh
sentral disini juga punya segudang masalah yang bahkan tidak mampu untuk dia
selesaikan sendiri. Masalah yang general memang, tapi tetap patut untuk
direnungkan.
Pasien pertama
adalah wanita obesitas yang baru saja menikah. Lastri namanya. Radia memerankan
karakter ini dengan cara yang pas dan unik. Karakter wanita gemuk yang bahagia
dalam pernikahannya. Dalam film ini, suaminya yang sangat mencintainya selalu
setia untuk menemaninya berkunjung ke dr. Kartini. Suaminya juga selalu
mengekspresikan rasa cintanya dengan menyukai masakan yang setiap hari dibuat
oleh Lastri. Ketika akhirnya Lastri tahu kalau suaminya dalah aktor yang
handal, maka semua kebahagiaan itu berubah menjadi api yang membara. Itukah cinta?
Miris adanya!
Ningsih (Patty Sandya) adalah karakter
selanjutnya. Dia digambarkan sebagai sosok wanita karier dengan pekerjaan mapan
yang mengharapkan anak dalam kandungan pertamanya adalah seorang bayi lelaki. Tak
seperti film lainnya yang pada umumnya tuntutan untuk memiliki anak pertama
dengan gender tertentu datang dari keluarga besarnya, dalam film ini tuntutan
itu bahkan datang dari dalam diri Ningsih sediri. Dia bahkan sampai berencana
menggugurkan kandungannya bila anaknya nanti diketahui seorang wanita. Karakter
Ningsih ini hanya muncul beberapa kali sepanjang film ini, tapi perannya di
akhir cerita mampu membuat ending yang mengesankan. Ningsih adalah wanita yang
kecewa pada suaminya, tapi tidak pernah bermaksud untuk meminta cerai. Kalau begitu,
itukah yang disebut cinta?
Olga Lydia
memerankan seorang wanita hamil bernama Lili dalam film ini. Seorang wanita
keturunan Tionghoa di Indonesia. Dia adalah seorang wanita yang begitu mencitai
suaminya. Luka lebam yang didapatkan karena karakter seksual yang menyimpang
dari suaminya diterimanya bukan sebagai siksaan, tapi malah sebagai pembuktian
cinta yang tulus. Kalau jiwa wanita mampu untuk menerima dan memaklumi sakit
yang diterima raganya dengan tulus ikhlas seperti yang Lili mampu, itukah
namanya cinta? Bagiku itu cinta yang sakit.
Karakter Yanti
yang diperankan oleh Happy Salma adalah
karakter yang beberapa kali diangkat kelayar lebar dengan berbagai gejolak
hidupnya. Yanti adalah seorang pelacur yang setiap malam mangkal untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya dan untuk bertahan hidup untuk melawan penyakit yang
meggerogoti tubuhnya. Yanti punya seorang yang mencintainya dengan tulus. Lelaki
yang disebutnya anjelo ini setia menemaninya kemana saja. Anjelo itu bukan nama
sang pria, anjelo adalah singkatan dari antar jemput lonte. Nama indah dengan
arti yang menyeramkan. Karakternya boleh saja begitu hina dalam pandangan
masyarakat kita, tapi di dalam film ini, ending kisah Yanti adalah ending kisah
yang indah. Aku tahu ini adalah cinta. Sebuah cinta yang tulus.
Rara
(Tamara Tyasmara) punya jalan cerita lain lagi. Gadis kecil yang masih duduk di
bangku sekolah tingkat pertama ini
begitu lepas saat menceritakan tentang hubungan pertamanya dengan sang
pacar kepada dr. Kartini. Hubungan pertama yang membuatnya hamil! Miris memang
saat membayangkan bahwa peristiwa ini bukan hanya terjadi dalam film, tapi juga
benar-benar terjadi di dunia nyata di sekitar kita. Hubungannya dengan Ratna
membuat cerita ini mengharu biru pada bagian akhirnya.
Ratna
(Intan Kieflie) adalah seorang wanita berjilbab yang solehah. Dia adalah
seorang buruh garmen yang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup
keluarganya. Jujur, karakter Ratna ini yang paling aku suka dari semua karakter
yang ada. Karakter wanita yang sejak lama aku harapkan bisa mendampingiku
kelak. Bukan untuk bisa meniru apa yang diperbuat suaminya, tapi siapa yang
mampu menolak kesetiaan wanita solehah seperti dia?
Dalam film
ini, Ratna diceritakan tengah hamil tua. Suaminya yang setiap hari sibuk dengan
‘pekerjaannya’ tetap dia layani dengan sebaik mungkin. Ketika akhirnya Ratna
harus mengucapkan kata ‘bangsat’ dengan cara yang tetap lembut pada suaminya,
hatiku benar-benar tersentuh. Sebegitu perihnya, pikirku, perasaan wanita saat
dia dikhianati. Sampai-sampai seorang yang bagai bunga indah yang tenang seperti
Ratna akhirnya bisa mengumpatkan sumpah serapah juga. Adegan mengharu biru
diending cerita berasama Rara, membuat film ini meninggalkan kesan yang medalam
dihatiku.
Dalam film
ini ada juga percakapan yang bukan dilakukan oleh karakter utamanya yang
membuat aku menghambuskan nafas kesal. Percakapan itu adalah sebuah permintaan
dari seorang kakek yang menginginkan cucunya untuk lahir pada jam, tanggal,
bulan dan tahun tertentu. Walaupun sudah dijelaskan resikonya oleh para dokter
di rumah sakit itu, toh akhirnya bayi dalam kandungan menantunya itu
dikeluarkan secara paksa sesuai dengan permintaan sang kakek. Apakah ini yang dimaksud dengan emansipasi
wanita? Atau malah emansipasi pria? Pertanyaan yang dilontarkan oleh dokter
Kartini ini mengena sekali untuk mempertanyakan keadaan itu.
Film ini
layak sekali ditonton. Bukan karena ketegangan yang disajikan dalam setiap
adegannya, tapi karena begitu banyak pelajaran yang bisa kita ambil di
dalamnya. Realita hidup yang terjadi di sekitar kita yang selama ini berusaha
ditutupi dengan rapi, disini semua di ceritakan dengan fulgar.
Seperti jarum jam yang hanya bisa berdiri
diantara pilihannya, ada hati yang terluka dan tersakiti,
Namun Kejujuran Adalah Cinta
(1:28:33)
Bagi yang
berminat menonton film ini bisa ditonton secara online via youtube di link
berikut :
http://www.youtube.com/watch?v=MNZ_1snZP28
cinta itu Ce i eN Te A itu yang ku tau mas Rd...
BalasHapuspenuh drama..
itu kan lagu kang... :)
Hapuspenuh drama yang berkesan...
Sudah lengkap diceritakan dengan apik di sini. Nggak kepingin nonton lagi jadinya. Hehehe...
BalasHapusSemoga segera menemukan wanita idamannya ^-^
saya pengen nonton MBak, tapi utk sementara kudu break neh urusan lht pilem.
Hapus#aamiin, semoga mas Ridwan segera dipersatukan dengan jodohnya
ririe + bunda : amin... :)
Hapusaq juga belum nonton film ini,, hehhehee.....,, pengen nonton aaahh....:)
BalasHapusnanti juga dibuat reviewnya ya.. :)
HapusWahh boleh jg nih ditonton mas.. Tp aku kok udh bisa bayangin ekspresi ku nanti ya, atr sebel, jengkel, haru, miris, Moga2 endinfbya ga bikin keki ;-)
BalasHapussudah nonton?
Hapusgimana pendapatnya?
ane pernah ni nonton ni film, pesan-pesan feminisme nya kental, tapi di beberapa part memang terkesan terlalu lebay berbicara tentang kesetaraan gender, terlalu dendam perempuan terhadap kesetaraan. hheu..
BalasHapusyap...
Hapussetiap orang punya kesan spesifik yang berbeda...
bang,lagu yang dbuat soundtrack pas pertama film main itu lagunya siapa ya ? judulnya apa?yg liriknya "jangan sia2kan karena aku wanita, ingin diperlakukan sama..perbedaan suara hati memisahkan kita aku terluka...ku menanti satu cinta untuk selamanya kesetiaaan"
BalasHapusIni reveiw atau analisa?
BalasHapusFilm luar biasa dari Indonesia, kuat dari segi cerita dan tampil dengan drama yang dekat dengan pengalaman wanita
BalasHapusBner bngt film ini beda bngt. Serasa hanyut kita dalam kisah nya. Memberi kesan yang mendalam bnget. Para aktor dan aktris ny jg total bngt memerankan tokoh nya.
BalasHapus